NEWSWAY.ID, BANJARBARU – Kerusuhan di Kota Banjarmasin terjadi 27 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 23 Mei 1997 masih selalu menjadi kenangan bagi masyarakat Kalimantan Selatan.


Saat itu Banjarmasin dilanda kerusuhan massal, menyusul kampanye salah satu partai menjelang pemilihan umum legislatif Indonesia 1997.



Bermula dari konvoi salah satu partai yang ingin melintas di depan masjid Noor, sebab jalan tersebut menuju kantor pimpinan daerah partai yang sedang melakukan kampanye itu.

Karena suara knalpot kendaraan yang nyaring dari peserta kampanye dirasa sangat mengganggu, maka masyarakat mencoba untuk tidak memperbolehkan lewat kawasan masjid tersebut.

Sayangnya, apa yang dilakukan masyarakat tidak disambut baik oleh para peserta kampanye yang akhirny menyulut kemarahan masyarakat, dari situlah malapetaka itu bermula.
Tragedi Jumat Kelabu itu menyebabkan sedikitnya 123 orang tewas, 118 orang luka-luka, dan 179 lainnya hilang
Dilihat dari skala kerusuhan dan jumlah korban serta kerugiannya, peristiwa yang kemudian disebut sebagai Jumat Membara atau Jumat Kelabu itu termasuk salah satu yang terbesar dalam sejarah Orde Baru.
Namun, akibat ketertutupan pemerintah, tidak ada laporan yang akurasinya bisa dipercaya penuh mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan pada waktu itu.
Dibandingkan dengan skalanya, berita-berita pers sangat terbatas dan tidak sebanding.
Pada hari itu berlangsung putaran terakhir masa kampanye Pemilu 1997 dan bertepatan dengan hari Jumat, yang secara kebetulan merupakan hari kampanye salah satu partai politik terbesar pada masa itu.
Padahal menurut rencana awal, para simpatisan yang melakukan kampanye, setengah hai akan diawali dengan kampanye simpatik berupa pendekatan kepada kalangan bawah dengan menyasar para buruh, pengojek dan tukang becak.
Kemudian, setengah hari berikutnya, usai salat Jumat, kampanye akan dilanjutkan dengan panggung hiburan rakyat yang dipusatkan di Lapangan Kamboja.
Pada acara tersebut akan hadir Menteri Sekretaris Kabinet Saadilah Mursjid, Ketua MUI Kiai Hasan Basri, dan artis-artis ibu kota.
Namun sayangnya, rencana itu tidak pernah terwujud, justru yang terjadi kemudian adalah malapetaka berupa kerusuhan massal merebak dimana-mana.
Padahal awalnya sampai pada tengah hari, semua kegiatan di tengah kota Banjarmasin masih berjalan normal, tidak akan indikasi kerusuhan, pasalnya hampur tidak terjadi riak-riak baik di tengah kota maupun di pinggiran kota.
Tempat perbelanjaan berupa Mall yaitu Mitra Plaza juga bwrjalan normal pengunjung dan pembeli ramai seperti biasanya, para pegawai pusat perbelanjaan berlantai empat itu pun bekerja sebagaimana hari-hari sebelumnya.
Di lantai satu pusat perbelanjaan yang terletak di tepi sungai Martapura ini terdapat perkantoran, antara lain kantor Bank Bumi Daya (BBD).
Kemudian lantai dua digunakan sebagai tempat penjualan pakaian, lantai tiga terdapat swalayan Hero, toko buku Gramedia, restoran cepat saji CFC serta gedung bioskop.
Sementara itu lantai palung atas terdapat diskotek, kedai kopi, tempat hiburan, termasuk biliar.
Tiba-tiba entah apa yang memicu, Kota Banjarmasin mencekam, merambat ke Mitra Plaza menjadu ricuh, jalan-jalan porak poranda.
Kerusuhan hampur melias disemua lini, pusat pertokoan, kantor pemerintahan, tempat peribadatan, sekolah, hingga rumah warga, bahkan rumah panti jompo, ikut menjadi korban dengan cara dirusak, dibakar, dan dihancurkan.
Kerusuhan itu membawa duka yang mendalan bagi masyarakat Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan hingga Indonesia.
Hingga akhirnya ratusan korban jiwa dari kerusuhan itu dikebumikan secara massal di komplek pemakaman Landasan Ulin Tengah, Kota Banjarbaru.