NEWSWAY.ID, BANJARBARU – Kelangkaan Gas Elpiji besubsidi tiga kilo (tabung hijau_red) kembali dirasakan oleh masyarakat Kota Banjarbaru akhir-akhir ini.

Tidak hanya langka, ternyata harga gas tiga kilo gram di eceran juga berbeda jauh dengan het yang ditentukan pemerintah yaitu Rp 18. 500.

Salah seorang warga Jalan Makmur, Landasan Ulin Utara, Liang Anggang, Puji mengaku sudah dua hari tidak mendapatkan gas di pangkalan.

“Biasanya ada walau harganya mencapai Rp 45 ribu, ini sudah dua hari tidak dapat gas. Kami tidak bisa masak lagi, karena di rumah gas sudah habis,” jelasnua.

Keluhan lagi datang dari warga Cindai Alus Putri, ia mengaku harga gas elpiji tiga kilo gram diseputaran tempat tinggalnya langka.
“Carinya sudah sulit, kemarin dapat satu harganya Rp 65 ribu,” katanya singkat.
Menyikapi hal itu, Wali Kota Banjarbaru HM Aditya Mufti Ariffin saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya sudah bersurat ke Pertamina untuk menyampaikan beberapa kondisi berkaitan gas di Kota Banjarbaru.
“Insya Allah dalam waktu dekat kami memgaggendakan akan memanggil Pertamina bersama dengan dinas teknis terkait. Tentunya untuk mengevaluasi permasalahan apa yang terjadi di masyarakat,” katanya.
Menurutnya, berdasarkan data Pertamina suplai untuk Banjarbaru sudah berkesesuaian dengan kebutuhan.
“Kalau menurut data sudah sesuai, kenapa terjadi kelangkaan dan kenaikan harga yang tinggi sitingkat eceran. Makanya perlu ada evaluasi kenapa ada kelangkaan gas melon di Kota Banjarbaru,” tegasnya.
Saat ditanya apakah akan ada upaya lain yang akan dilakukan pemerintah untuk menekan kelangkaaan dan melambungnya harga gas tiga kilo.
“Ada rencana pasar murah atau operasi pasar juga pasar murah. Akan kita laksanakan bukan hanya mencegah kelangkaan tetapi juga menanggulangi inflasi yang ada di kota Banjarbaru, terutama berkaitan dengan sembilan kebutuhan masyarakat,” ungkapnya.
Pasalnya menurut Aditya kalau distribusinya gas sedikit maka berimbas pada harga akan mengalami kenaikan.
“Karena tidak bersesuaian dengan permintaan masyarakat maka akan berimbas pada harga, artinya itunakan memicu inflasi,” tambahnya.
Saat disinggung apakah akan bekerjasama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) apabila ada agen atau pangkalan yang melakukan penimbunan, Aditya mengatakan iya.
“Kalau pihak pemerintah secara hukum tidak ada kewenagan atau aturan yamg memperbolehkan memberikan sanksi. Kalau memang ada indikasi melalukan penimbunan dan buktinya jelas, pasti APH akan diturunkan. Bisa juga izin pangkalan atau agen akan dicabut, tentunya harus dikaji lebih dulu,” tandasnya.