Sebuah Catatan Perjalanan dari Banjarbaru ke Pulau Bali Bagian Kedua

by
7 Juli 2024
Penulis menyempatkan foto setelah mendarat di bandara internasional Ngurah Rai, Bali (Foto.Tim/newsway.id)

Cuaca cukup bagus saat pesawat yang saya tumpangi lepas landas dari Bandara Syamsuddin Noor Banjarbaru, bersama dengan 200an penumpang pun akhirnya saya benar-benar terbang menuju bandara Ngurah Rai di Bali.

~ Advertisements ~

Wajah-wajah kusut tampak bergegas sudah menempati kursinya masing-masing, tapi tidak sedikit penumpang yang sempat protes dengan awak pesawat terkait delay penerbangan yang dianggap cukup lama.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Saya duduk di kursi nomor 6 F, sebelah saya penumpang lokal sebelahnya penumpang asing, untuk membuang jenuh saya membaca tabloit milik maskapai penerbangan.

Itu sudah menjadi kebiasaan saya, sebab setiap kali naik pesawat saya paling tidak bisa tidur dan paling suka duduk di samping jendela untuk melihat pemandangan di luar.

~ Advertisements ~

Tiba-tiba pesawat melewati awan yang cukup tebal, suara pengeras dalam pesawat menyampaikan para penumpang tidak diperbolehkan meninggalkan tempat duduk dan tetap menggunakan sabuk pengaman.

~ Advertisements ~

Beberapa kali terjadi guncangan, akhirnya diberitahu bahwa cuaca berawan dan akan banyak goncangan.

“Para penumpang yang terhormat dimohon tidak meninggalkan tempat duduk dan tetap menggunakan sabuk pengaman. Sementara kamar toilet tidak bisa digunakan sebab cuaca kurang bersahabat,” suara yang terdengar dari pengeras suara.

Tidak berselang lama, beberapa anak-anak terdengar suara tangisan, entah apakah merasa takut dengan goncangan atau sedang menangis karena minta susu kepada ibunya.

Begitu juga dengan saya agak khawatir, sesekali saya melihat ke luar jendela sembari bedoa, ternyata hamparan awan tebal yang membuat pesawat tergoncang masih cukup luas.

Selang 15 menit penerbangan mulai nyaman, tanda lampu sabuk pengaman sudah dipadamkan, penumpang di sebelah saya tertidur pulas, bahkan penumpang tepat di depan saya justru mendengkur.

Saya masih menikmati pemandangan luar jendela, sesambil menikmati nasi yang diberikan maskapai sebagai kompensasi delay.

Tidak berselang lama, pengeras suara kembali berbunyi, agar para penumpang kembali ke tempat duduk dan menggunakan sabuk pengaman.

“Waktu mendarat sudah dekat, silahkan para penumpang kembali ke tempat duduk dan menggunakan sabuk pengaman, tegakan sandaran kursi lipat meja,” jelas suara di pengeras suara.

Saya sibuk dengan kamera handphone untuk mengabadikan gunung yang terlihat dari jendela, nuansa pulau Bali sudah kelihatan seperti bangunan Pura dan pantai.

Entah, apakah karena terlalu padat di bandara Ngurah Rai, kami harus berputar-putar dulu di langit, setelah sekitar 20 menit akhirnya pesawat yang kami tumpangi mendarat di bandara Ngurah Rai Bali sekitar pukul 16.45 wita.

Bandara yang besar dan berstatus internasional, ternyata memempunyai perbedaan mencolok dengan bandara di Syamsuddin Noor Banjarbaru.

Banyak pesawat berbadan besar, dan ternyata hanya untuk sekadar parkir, pesawat yang saya tumpangi harus antre cukup lama.

“Cari tempat parkir susahnya minta ampun, seperti mau parkir di Murdjani kalau ada konser,” gerutu saya dalam hati.

Selang 15 menit saya dan rombongan akhirnya sampai di loby bandara, lantas saya segera menuju ke luar, setelah sampai di luar saya dan rombongan menyempatkan foto sebagai laporan kepada PWI Kalimantan Selatan.

Menuju hotel salah satu rekan yang merupakan ketua rombongan, Iman memesan jasa transportasi berbasis online yang ada di Bandara.

Saya dan rombongan menuju hotel yang sudah dipesan sebelumnya, hari Jumat, jalan dari bandara menuju hotel di kawasan jalan Legian Bali cukup padat, untuk sopir lokal yang membawa kami mengetahui rute jalan tikus (jalan gang_red) hingga kami tidak terlalu lama diperjalanan.

Sesampai di hotel, sudah selepas magrib, saya langsung masuk kamar setelah resepsionis membuka kamar dimana saya akan menginap sampai hari Senin (8/7/2024).

Sekitar 30 menit setelah saya membersihkan badan, ketua rombongan membawa untuk makan.

Nah, tunggu catatan saya selanjutnya, bagaimana bisa mendapatkan warung makan yang tentunya halal, mengingat Bali penduduknya dominan non muslim dan banyak turis asing.

bersambung…

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog