NEWSWAY.ID, KULON PROGO – Es dawet atau es cendol kerap diandalkan untuk menghilangkan rasa dahaga, dengan sensasi dingin dan lembut, bulir-bulir dawet begitu menyegarkan tenggorokan saat disantap. Namun, pernahkah anda mencicipi dawet sambal dari Kulon Progo, DIY?

Saat ini, dawet sambal beredar di sejumlah pasar, angkringan dan tempat wisata wilayah Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo. Minuman tersebut memang seolah sudah menjadi ciri khas daerah Jatimulyo.

Dinamai dawet sambal lantaran cita rasanya gurih, manis dan pedas. Bukan hanya rasa, keunikan dawet sambal juga terdapat pada komposisinya.

Jika biasanya dawet hanya berupa bulir cendol, santan dan cairan gula merah saja, berbeda dengan dawet sambal. Dawet ini tidak pakai santan, namun di atasnya justru ada bahan tambahan berupa tauge atau kecambah, serta potongan kecil tahu goreng dan bawang goreng.

Uniknya, ada remahan kerupuk yang juga ditaburkan di atas dawet. Campuran terakhir yang paling penting adalah sambal kelapa. Inilah sumber kenikmatan dawet sambal. Begitu diaduk, rasanya nano-nano, manis gurih juga pedas.
“Memang hampir sama dengan kupat tahu. Tapi ini pakai bulir cendol,” kata salah satu penjual dawet sambal, Suhandre (23).
Saat dipasarkan, dawet sambal dikemas menggunakan gelas plastik bertutup. Pembeli juga bisa menikmatinya di lokasi dengan mangkuk kecil. Harga minuman unik ini terbilang murah, hanya Rp 5.000 per porsi.
Andre kemudian bercerita, dawet sambal pertama kali dibuat neneknya, Ponirah, beberapa tahun lalu. Ponirah mendapat inspirasi dari kakaknya Giyem yang iseng mencampur dawet dengan sambal kelapa.
Saat itu, Giyem merasa bosan dengan rasa dawet yang hanya manis saja. Keisengannya mencampur dawet dengan sambal kelapa menurutnya bisa menghasilkan cita rasa yang unik, lezat dan berbeda.
“Mbah Giyem kemudian bekerjasama dengan Mbah Ponirah dalam membuat dan memasarkan dawet sambal dengan nama Nyipon. Bulir dawet bahkan mereka buat sendiri,” terang Andre.
Dawet sambal mampu mencuri perhatian konsumen hingga Ponirah bertekad menseriusi usaha pembuatannya. Seiring waktu, jumlah dawet yang dibuat semakin banyak karena mengikuti keinginan pasar.
“Tiap jualan bisa menghabiskan lebih dari tiga kilogram dawet atau 120 porsi dawet sambal,” ungkap Andre.
Saat ini, orang yang memproduksi dawet sambal bukan hanya Ponirah saja. Sudah cukup banyak warga Jatimulyo yang membuat dan memasarkan dan dawet sambal terutama untuk wisatawan.