Mikrolet Mulai Langka di Hulu Sungai Tengah, Pengemudi Berharap Ada Solusi Transportasi Publik

17 April 2025
Arkani, salah satu sopir mikrolet asal Desa Binjai Pirua, Kecamatan Labuan Amas Utara (Foto : Muhammad Athaillah/Newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BARABAI – Keberadaan mikrolet atau angkutan umum berwarna kuning di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) kian hari makin sulit ditemukan.

~ Advertisements ~

Moda transportasi yang dulunya ramai melintas di jalanan HST, kini hanya tersisa sedikit unit yang masih beroperasi.

~ Advertisements ~

Penurunan jumlah penumpang menjadi salah satu penyebab utama lesunya aktivitas mikrolet, masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi, khususnya sepeda motor, sebagai sarana transportasi harian.

Arkani, seorang sopir mikrolet yang sudah lebih dari 10 tahun mengemudikan angkutan umum ini, mengungkapkan bahwa penghasilannya kini sangat tidak menentu.

“Kadang dapat, kadang tidak. Saat dapat penumpang, hanya memperoleh penghasilan Rp25.000 hingga Rp50.000 per hari, padahal beberapa tahun lalu bisa lebih dari Rp100.000 sehari,” ujarnya saat ditemui di Kecamatan Labuan Amas Utara, Rabu (16/4/2024).

Arkani, saat diwawancarai awak media (Foto : Muhammad Athaillah/Newsway.co.id)

Arkani, yang sering melayani rute Barabai dan Amuntai, memperkirakan bahwa dulu ada lebih dari 70 unit mikrolet yang beroperasi di HST.

Namun, kini jumlahnya berkurang drastis, hanya sekitar 20 unit yang tersisa.

“Sudah sekitar lima tahun ini, mikrolet semakin sepi. Banyak mobil yang berhenti beroperasi, ada yang dijual, ada juga yang rusak,” tambahnya.

Perubahan pola mobilitas masyarakat juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi.

Dulu, banyak warga yang menggunakan mikrolet sebagai pilihan utama.

Namun seiring dengan meningkatnya penggunaan handphone, akses informasi dan pemesanan transportasi pribadi menjadi lebih mudah.

Sejumlah aplikasi transportasi online kini menjadi pilihan utama, sehingga kendaraan pribadi lebih banyak digunakan.

Hasbi, seorang warga yang dulu rutin menggunakan mikrolet, turut membenarkan hal tersebut.

Sejak tahun 2021, ia mulai beralih menggunakan sepeda motor karena dianggap lebih praktis dan bisa menghemat waktu.

“Dulu sering naik mikrolet, tapi sekarang motor pribadi lebih praktis.,” ujarnya.

Fenomena ini mencerminkan perubahan pola mobilitas masyarakat yang semakin bergantung pada kendaraan pribadi dan teknologi.

Meski begitu, kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kelangsungan transportasi publik di daerah.

Para sopir mikrolet berharap adanya perhatian dari pihak terkait agar transportasi umum tetap bisa bertahan sebagai alternatif yang terjangkau dan ramah masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog