NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kalimantan Selatan, Putra Qomaluddin Attar Nurriqli, turut mendampingi kunjungan kerja Menteri Koperasi dan UKM RI, Maman Abdurrahman, ke Banjarbaru pada Rabu (14/5/2025).


Kunjungan ini sekaligus menjadi momen penting bagi Qomal untuk menyuarakan pandangannya terhadap polemik yang menimpa salah satu pelaku UMKM lokal, Mama Khas Banjar.



Kasus yang menjerat usaha olahan pangan rumahan tersebut berkaitan dengan ketidaksesuaian label halal, tanggal kedaluwarsa, dan informasi produk lainnya yang dianggap belum memenuhi standar regulatif.

Namun, menurut Qomal, pendekatan yang digunakan dalam menangani kasus ini perlu ditinjau ulang.

“Tentu kita tidak sedang membela kesalahan prosedural. Namun, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa konteks UMKM sangat berbeda dengan industri besar yang memiliki sumber daya dan akses pada infrastruktur regulatif yang mapan,” ujar Qomal.
Qomal menjelaskan, UMKM seperti Mama Khas Banjar umumnya tumbuh dari dapur rumah, dari semangat masyarakat yang berupaya mengangkat kearifan lokal sebagai kekuatan ekonomi.
Ketika terdapat kekurangan dalam aspek administratif, menurutnya, pendekatan pertama seharusnya adalah pembinaan, bukan penegakan hukum secara kaku.
“Yang semestinya dibuka pertama adalah ruang pembinaan, bukan palu sidang,” tegasnya.
Ia menyoroti kekhawatiran bahwa jalur hukum yang terlalu cepat ditempuh tanpa pendampingan memadai justru akan menciptakan ketimpangan pemahaman terhadap regulasi.
“Kita tidak sedang menyelesaikan masalah, kita sedang mengasingkan pelaku usaha dari proses belajar dan tumbuh,” ungkap Qomal.
Dalam pandangannya, keterlibatan lembaga pendidikan, asosiasi profesi, hingga komunitas kreatif harusnya dimaksimalkan untuk menciptakan ekosistem belajar bersama bagi para pelaku UMKM agar lebih sadar hukum, menjaga kualitas, dan meningkatkan daya saing.
“Saya tidak ingin UMKM tumbang bukan karena produknya gagal, tapi karena sistem yang terlalu cepat menghukumnya,” ujarnya penuh keprihatinan.
Melalui kasus ini, Qomal berharap seluruh pemangku kepentingan dapat mengambil pelajaran penting.
“Bukan sekadar mengadili, tapi juga belajar untuk lebih mendengar,” tutupnya.
Karena di balik kemasan sederhana sebuah produk rumahan, ada harapan banyak orang untuk mandiri, bertumbuh, dan bermartabat sebagai warga ekonomi lokal yang punya tempat di negeri sendiri.