Melawan Kriminalisasi Lembaga Pemantau, Tim Hukum Hanyar Gugat “Pasal Karet” UU Pemilukada ke MK

by
19 Juni 2025

NEWSWAY.CO.ID, JAKARTA – Tim Hukum Hanyar resmi mengajukan uji materi terhadap Pasal 128 huruf k juncto Pasal 187D Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pemilukada) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/6/2025).

Gugatan ini dilayangkan usai vonis satu tahun dengan masa percobaan dua tahun yang dijatuhkan kepada Ketua DPD Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI), Bunda Syarifah Hayana, oleh PN Banjarbaru dalam perkara yang dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap lembaga pemantau pemilukada.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar hari ini, kuasa hukum Pemohon, Prof. Denny Indrayana, menegaskan bahwa pasal yang diuji mengandung unsur multitafsir dan berpotensi disalahgunakan untuk menjerat siapa pun, terutama pengurus lembaga pemantau.

“Putusan PN Banjarbaru menjadi bukti nyata bahwa Pasal 128 huruf k jo Pasal 187D UU Pemilukada adalah pasal karet. Frasa ‘kegiatan lain’ di dalamnya tidak dijelaskan secara rinci, namun bisa dikenakan kepada siapa saja. Ini jelas merugikan klien kami,” kata Denny dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi.

Tim Hukum Hanyar menilai, keberadaan pasal tersebut bertentangan dengan sejumlah ketentuan dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28D ayat (1) tentang kepastian hukum, Pasal 28E ayat (3) tentang kebebasan berserikat dan berpendapat, Pasal 28F tentang hak memperoleh informasi, serta Pasal 28G ayat (1) yang menjamin rasa aman bagi setiap warga negara.

Menurut Denny, pengujian ini penting untuk memastikan bahwa lembaga pemantau pemilu dapat menjalankan fungsi dan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman kriminalisasi.

“Tujuan utama kami adalah memastikan bahwa pasal ini tidak dijadikan alat untuk menakuti, mengintimidasi, atau mematikan kerja lembaga pemantau. Demokrasi justru membutuhkan mereka sebagai pengawas independen,” lanjutnya.

Lembaga pemantau pemilukada selama ini memiliki peran penting dalam mengawasi proses demokrasi, mulai dari tahapan pendaftaran calon, masa kampanye, pemungutan suara, hingga rekapitulasi hasil. Keberadaan mereka membantu mencegah kecurangan dan memastikan proses pemilu berjalan transparan dan adil.

“Kriminalisasi terhadap lembaga pemantau bukan hanya mengancam kebebasan sipil, tapi juga dapat merusak kualitas demokrasi kita,” tegas Denny.

Sidang pendahuluan ini menjadi langkah awal dari upaya hukum untuk membatalkan pasal yang dianggap mencederai prinsip-prinsip demokrasi. Tim hukum berharap Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan secara objektif urgensi permasalahan ini demi melindungi ruang sipil dan kebebasan berpendapat di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog