NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Pemerintah Kabupaten Banjar melalui Dinas Sosial P3P2KB menggelar Rembuk Stunting tahun 2025 di Grand Qin Hotel Banjarbaru, Kamis (10/7/2025).

Acara ini dibuka resmi oleh Bupati Banjar H Saidi Mansyur, yang menekankan pentingnya kolaborasi multisektor dalam mengatasi masalah stunting.


Hadir dalam acara tersebut unsur Forkopimda, kepala SKPD, tim pencegahan dan percepatan penurunan stunting, kepala puskesmas, koordinator KB, ketua APDESI, dan undangan lainnya.
Bupati Banjar, H Saidi Mansyur menegaskan bahwa stunting kini bukan sekadar isu kesehatan, melainkan tantangan pembangunan nasional yang sangat krusial. Ia menyoroti risiko tinggi gangguan pertumbuhan dan perkembangan, penurunan kemampuan kognitif, serta kerentanan terhadap berbagai penyakit pada anak-anak yang mengalami stunting.

“Pemerintah pusat telah menjadikan percepatan penurunan stunting sebagai program prioritas. Di Kabupaten Banjar pun, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan setiap anak tumbuh dan berkembang secara optimal,” jelasnya.


Rembuk stunting ini, lanjut Bupati, menjadi momentum penting untuk mengevaluasi data dan capaian program penurunan stunting di Kabupaten Banjar, mengidentifikasi keberhasilan, serta memahami kendala yang ada.
Plh. Disos P3P2KB, Aswadi mengungkapkan, bahwa berdasarkan data E-PPGBM periode Juni 2025, angka stunting triwulan II di Kabupaten Banjar masih di angka 27,3 persen dengan D/S 69,08. Angka ini, menurutnya, menandakan bahwa upaya yang dilakukan belum tuntas, belum tepat sasaran, dan belum optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Maka dari itu, Rembuk Stunting ini diharapkan mampu menjadi wadah diskusi seluruh lintas sektor. Kita harus menyepakati langkah-langkah strategis yang benar-benar menyentuh akar masalah stunting hingga ke pelosok desa dan kecamatan di Kabupaten Banjar,” ujarnya.
Adapun sejumlah permasalahan yang teridentifikasi meliputi tingginya kasus pernikahan dini dan pernikahan siri, banyaknya ibu hamil berisiko tinggi dan anemia, ibu bersalin yang tidak menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang, rendahnya capaian kunjungan posyandu, serta keterbatasan dana Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang berdampak pada masih ditemukannya bayi dengan berat lahir rendah hingga penolakan imunisasi oleh orang tua. (nw).