Di tengah hiruk-pikuk jalanan trans Kalimantan dengan lalu lintas padat dan debu jalanan menyesakkan, berdiri megah sebuah rumah ibadah yang memberi naungan bagi raga lelah dan peneduh jiwa yang resah. Itulah Masjid Jamhuri Aisyah, sebuah persinggahan tenang di simpang jalan yang menghubungkan Kalimantan Selatan dengan Kalimantan Tengah.
Tak sekadar bangunan fisik, Masjid Jamhuri Aisyah adalah manifestasi cinta dan ketulusan dari pasangan dermawan, H Jamhuri dan istrinya, Aisyah. Didirikan di atas lahan seluas dua hektar dengan bangunan utama berukuran 29 x 29 meter, masjid ini dibangun selama tiga tahun, dari 2013 hingga 2016. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Selatan saat itu, H Sahbirin Noor.
Berbicara tentang Masjid Jamhuri Aisyah, bukan hanya membahas soal bangunannya yang megah. Tempat ibadah ini adalah bentuk pengabdian, persembahan untuk Allah SWT dan bekal pasangan suami istri pemiliknya di akhirat.
Dinamai sesuai nama pendirinya, yakni Jamhuri dan Aisyah, masjid ini bukanlah monumen ego, melainkan simbol kasih sayang yang lebih luas kepada pasangan hidup, sesama, dan terutama kepada Sang Pencipta. Maka tak heran bila suasana spiritual benar-benar terasa ketika pengunjung menginjakkan kaki di halaman masjid ini.
Berbeda dari banyak masjid megah yang berdiri kaku tanpa denyut kehidupan, Masjid Jamhuri Aisyah justru tumbuh menjadi tempat bernaung jiwa. Letaknya yang strategis yakni di simpang lalu lintas menuju Banjarmasin, Banjarbaru, Marabahan, hingga Kapuas, menjadikan Masjid Jamhuri Aisyah sebagai penunjuk arah, baik secara harfiah maupun batiniah.
Bagi para musafir, masjid ini bukan sekadar tempat rehat. Ia adalah ruang hening yang mengajak manusia untuk kembali menata langkah, menjernihkan niat, dan menguatkan kembali hubungan dengan Tuhan. Di antara suara kendaraan yang melintas dan beban perjalanan panjang, di sinilah para pelintas bisa sejenak menenangkan hati.
Mahasiswi UIN Antasari Banjarmasin, Khusnul, pernah singgah di masjid ini dan merasakan langsung keteduhannya.
“Masjidnya bersih dan nyaman,” ungkapnya.
Khusnul juga merasa senang, lantaran tempat wudhu masjid Jamhuri Aisyah luas. Dengan bangunan yang bertingkat dua, jamaah perempuan dan laki-laki pun bisa beribadah terpisah.
“Sangat teratur dan memberi kenyamanan,” imbuhnya.
Kenyamanan fisik itu melengkapi keindahan spiritual yang ditawarkan. Masjid Jamhuri Aisyah bukan hanya tempat ibadah, melainkan ruang pulang di tengah perjalanan. Sebuah rumah singgah yang mengajarkan bahwa dalam hidup yang tak henti melaju, manusia sesekali perlu berhenti untuk berdoa, bersyukur, dan mengingat bahwa tujuan akhir bukan sekadar garis finish duniawi.
Lebih dari sekadar bangunan, Masjid Jamhuri Aisyah adalah warisan jiwa. Sebuah penanda bahwa di tengah jalan panjang kehidupan, selalu ada tempat untuk kembali berpulang. Tempat yang mengingatkan kita bahwa tak ada persinggahan yang lebih hakiki selain berserah diri kepada Tuhan. (nw)
Reporter Newsway.co.id Batola : Aminah