Duh, Banyak Perempuan Muda di HST Jadi Pekerja Migran Karena Terlilit Hutang, Begini Pesan Disnaker

24 September 2025
Kabid Pengembangan Pelatihan dan Penempatan Kerja DPMPTSPTK HST, Zainal Abidin menyampaikan sosialisasi terkait migrasi tenaga kerja ke luar negeri. (Foto:Istimewa/Newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BARABAI – Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSPTK) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) meminta masyarakat untuk berhati-hati sebelum memutuskan bekerja di luar negeri.

Data dari DPMPTSPTK menyebutkan, pada 2024 jumlah warga HST yang bekerja di luar negeri mencapai 235 orang. Ironisnya, hanya satu orang yang memiliki dokumen resmi.

“Hingga September 2025, baru satu orang lagi yang terdata legal,” kata Kabid Pengembangan Pelatihan dan Penempatan Kerja DPMPTSPTK HST, Zainal Abidin, Rabu (24/9/2025).

Ia mengatakan, mayoritas pekerja migran ilegal HST berasal dari Batang Alai Selatan, Haruyan, dan Batu Benawa. Para pekerja ini didominasi perempuan muda.

“Setiap orang berhak memiliki pekerjaan. Kami tidak melarang mereka untuk mencari nafkah, namun sebaiknya cari informasi yang benar dan ikuti prosedur resmi. Faktanya, banyak yang tetap memilih jalur ilegal,” jelasnya.

Zainal mengungkap, negara yang paling banyak dituju para pekerja migran adalah Arab Saudi. Padahal, pemerintah Indonesia sudah menutup kerja sama terkait penempatan tenaga kerja domestik ke wilayah tersebut sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kecuali untuk tenaga profesional.

“Jika ada pekerja yang berangkat ke Arab Saudi namun bukan merupakan tenaga profesional, hampir bisa dipastikan ilegal,” jelasnya.

Ia menuturkan, banyak warga yang memperoleh informasi pekerjaan dari keluarga dekat atau media sosial, bukan dari jalur resmi.

“Kasus terbaru, seorang warga Batang Alai Selatan dipulangkan ke Indonesia setelah bekerja secara ilegal di luar negeri. Ketika ditanya dapat info dari mana, jawabannya dari medsos,” katanya.

Sejauh ini, pihak Disnaker telah melakukan berbagai sosialisasi di kecamatan dan desa-desa. Namun, keinginan sebagian masyarakat untuk menjadi pekerja migran membuat mereka memilih cara yang salah.

“Banyak yang tidak mau ribet. Padahal kalau lewat jalur resmi, mereka dapat perlindungan hukum, gaji jelas, dan asuransi,” kata Zainal.

Ia menyebutkan, sebagian besar pekerja yang berangkat ke luar negeri adalah perempuan berusia 20-30 tahun, sudah menikah, dan memiliki izin dari suami. Mereka terpaksa bekerja di luar negeri karena terhimpit kebutuhan ekonomi atau memiliki hutang.

“Kami memahami situasi ekonomi masyarakat, tetapi keselamatan dan masa depan mereka lebih penting,” ujarnya.

Zainal menegaskan, keberangkatan resmi pekerja migran memerlukan dokumen lengkap, keterampilan yang sesuai, dan proses administrasi melalui aplikasi resmi.

“Jika melalui jalur resmi, ada kejelasan negara tujuan, jenis pekerjaan, lama kontrak, gaji, bahkan izin tambahan yang diperlukan. Ini semua demi keamanan mereka,” ungkapnya.

Ia berharap, masyarakat HST melapor ke Disnaker terlebih dahulu jika ingin bekerja ke luar negeri.

“Kami tidak melarang, kami hanya mengarahkan. Jangan sampai salah langkah. Mudah-mudahan ke depan warga HST lebih bijak dan memilih jalur yang resmi,” pungkasnya. (nw)

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog