Oleh : Abi Dzar Ghiffari

Fungsional PTPN Mahir KPPN Banjarmasin
Latar Belakang Kebijakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 62 Tahun 2023 disusun sebagai tindak lanjut atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2023 tentang penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA), dengan tujuan menyederhanakan regulasi tata kelola keuangan negara.
Penyusunan regulasi baru diperlukan agar proses bisnis anggaran sesuai dengan dinamika belanja pemerintah dan perkembangan teknologi informasi. Selain itu, PMK ini menyatukan aturan perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban anggaran agar saling sinergis.
Tujuan utamanya adalah terciptanya tata kelola anggaran yang lebih baik (menghilangkan tumpang tindih antar-PMK), belanja negara yang lebih efektif dan efisien, serta modernisasi pelaksanaan anggaran dengan tetap menjunjung prinsip good governance dan akuntabilitas.
Tujuan dan Prinsip Kebijakan Baru
Kebijakan baru ini menekankan prinsip belanja berkualitas, meliputi: efisiensi, efektivitas, prioritas, transparansi, dan akuntabilitas. Prinsip-prinsip ini selaras dengan amanat PP 6/2023 yang mengedepankan penganggaran berbasis kinerja. Beberapa poin penting lainnya antara lain:
✓ Penganggaran Berbasis Kinerja: Proses penyusunan program, kegiatan, dan keluaran (output) diperkuat agar alokasi anggaran lebih relevan dengan pencapaian kinerja (outcome). Penajaman program dan keluaran dilakukan secara sinkron antara perencanaan dan penganggaran untuk meminimalkan perbedaan data.
✓ Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah: Penggunaan Kerangka Acuan Jangka Menengah (KAJM) sebagai acuan penyusunan Kerangka Pendanaan Jangka Menengah (KPJM) diperkuat, agar prakiraan belanja jangka menengah selaras dengan proyeksi pendapatan dan pembiayaan.
✓ Sinkronisasi Pusat-Daerah: Anggaran pemerintah pusat (termasuk Belanja Tidak Langsung/Belanja Transfer ke Daerah) dan daerah disinkronkan dengan memperhatikan lokus penerima manfaat, untuk menghindari duplikasi dan mengoptimalkan distribusi sumber daya.
Secara keseluruhan, kebijakan ini bertujuan memperkuat good governance dalam pengelolaan APBN dan mendorong kualitas belanja negara yang berbasis kinerja.
Penyederhanaan dan Pelimpahan Kewenangan Revisi Anggaran
PMK 62/2023 memberikan pelimpahan kewenangan revisi anggaran kepada Kementerian/Lembaga (K/L) untuk jenis-jenis perubahan tertentu dalam RKA.
Misalnya, revisi untuk pemenuhan belanja operasional (termasuk gaji minus), selisih kurs, pemanfaatan sisa anggaran kontraktual/swakelola, ralat teknis kode akun atau cara penarikan pembiayaan (pinjaman, hibah, SBSN), hingga penyelesaian tunggakan dan pergeseran dalam rangka prioritas nasional.
Pelimpahan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan proses birokrasi sehingga K/L (sebagai Chief Operational Officer) dapat menetapkan perubahan RKA sesuai kebutuhan tanpa berulang kali mengajukan revisi ke pusat.
Manfaat utamanya adalah: K/L memperoleh kewenangan lebih besar sesuai amanat PP Nomor 6 tahun 2023, proses revisi anggaran menjadi lebih cepat, dan jumlah revisi DIPA yang berlarut-larut dapat berkurang, sehingga tidak terus-menerus membebani kinerja anggaran K/L (nilai IKPA).
Dengan mekanisme baru ini, birokrasi revisi anggaran menjadi lebih ramping dan efisien.
Penyempurnaan Pelaksanaan Anggaran
PMK 62 Tahun 2023 juga memodernisasi tahapan pelaksanaan anggaran, terutama dalam sistem pembayaran dan penataan sumber daya manusia perbendaharaan. Pokok-pokoknya meliputi:
✓ Pembayaran Elektronik: Semua dokumen pembayaran dibuat dan ditandatangani secara elektronik tersertifikasi. Pengujian dan verifikasi SPM (Surat Perintah Membayar) dilaksanakan sepenuhnya secara digital melalui aplikasi SAKTI-SPAN tanpa tahapan manual yang rigid. Sistem elektronik ini mempercepat alur kas negara dan memastikan setiap pembayaran akuntabel.
✓ Jabatan Fungsional APBN dan Pejabat Perbendaharaan: PMK 62 mendukung penetapan jabatan fungsional Pengelola APBN. Regulasi baru ini mempermudah penunjukan Pelaksana Tugas KPA (plt KPA) dan pengangkatan Pejabat Perbendaharaan di satker, serta menetapkan program pembinaan kompetensi bagi pejabat perbendaharaan. Dengan demikian, tugas-tugas keuangan (seperti PPK, PPSPM, bendahara) menjadi lebih terstruktur dan profesional.
Langkah-langkah tersebut diharapkan menghilangkan tumpang tindih aturan pembayaran (yang sebelumnya diatur pada PMK 210/2022) serta meningkatkan kecepatan dan transparansi aliran dana APBN.
Sistem Evaluasi Kinerja Anggaran
PMK 62 Tahun 2023 mengimplementasikan sistem evaluasi kinerja anggaran yang lebih terintegrasi. Nilai Kinerja Anggaran (NKA) kini dihitung dengan bobot 50% dari penilaian kinerja perencanaan anggaran dan 50% dari pelaksanaan anggaran.
Hasil total NKA ini menjadi dasar pemberian insentif atau pengenaan sanksi bagi K/L. Sebagai contoh, K/L dengan NKA tinggi (>90) berpeluang mendapatkan penghargaan, sedangkan pencapaian rendah dapat dikenai koreksi kebijakan.
Skema penilaian pada PMK 62 menambahkan beberapa indikator baru dibandingkan sebelumnya. Selain NKA, dinilai juga Kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha (PPB), pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sinkronisasi belanja pusat-daerah, dan proporsi Penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN).
Dalam paparan disebutkan bahwa penilaian berbasis NKA (perencanaan+pelaksanaan) serta variabel baru ini menggantikan skema lama yang hanya berdasarkan tiga variabel (EKA-SMART, IKPA, PPB). Integrasi pengendalian oleh Ditjen Anggaran (DJA) dan Ditjen Perbendaharaan (DJPB) diharapkan memperkuat kualitas belanja negara.
Secara keseluruhan, sistem baru ini menegaskan bahwa kinerja anggaran K/L tidak hanya diukur dari kepatuhan administratif, tetapi juga dampak dan kualitas keluaran anggaran, dengan insentif yang mendorong akuntabilitas dan efisiensi.
Kesimpulan
PMK 62/2023 merupakan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran yang mengedepankan kesederhanaan, efisiensi, dan akuntabilitas. Dengan penyederhanaan proses RKA, pelimpahan wewenang revisi, modernisasi sistem pembayaran elektronik, penataan pejabat perbendaharaan, serta evaluasi kinerja yang lebih ketat, diharapkan kualitas belanja negara meningkat.
Paparan media Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mewujudkan belanja negara yang lebih fokus pada hasil (output/outcome) dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.