NEWSWAY.CO.ID, MARTAPURA – Rokok masih menjadi salah satu komponen pengeluaran terbesar rumah tangga di Kabupaten Banjar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Banjar, tembakau menempati posisi kedua setelah beras dalam struktur konsumsi masyarakat setempat.

Plt Kepala BPS Banjar Eddy Erwan menyebutkan, sebagian besar pengeluaran rumah tangga di daerah ini masih terkonsentrasi pada kebutuhan pangan dan produk tembakau.
“Konsumsi rumah tangga di Banjar masih banyak terserap untuk kebutuhan dasar, termasuk rokok. Fenomena ini juga terlihat di berbagai daerah lain,” ucapnya saat dikonfirmasi, Selasa (7/10/2025).
Data BPS menunjukkan, rata-rata pengeluaran masyarakat untuk tembakau atau rokok mencapai Rp70.647 per kapita per bulan. Nilai tersebut hanya terpaut di bawah beras sebagai kebutuhan pokok utama yang mencapai Rp101.536 per kapita.
Pengeluaran untuk rokok masih lebih tinggi dibanding sejumlah kebutuhan penting lain, seperti ikan-ikanan yang rata-rata sebesar Rp66.649 per kapita per bulan.
Eddy mengatakan, tingginya pengeluaran untuk rokok bukan hanya berdampak pada aspek kesehatan, tetapi juga terhadap kondisi ekonomi keluarga, terutama di kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
“Jika sebagian besar pendapatan rumah tangga habis untuk rokok, otomatis ruang bagi pengeluaran produktif menjadi semakin kecil. Ini bisa menghambat peningkatan kesejahteraan,” jelasnya.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, kebiasaan merokok masih cukup tinggi di berbagai lapisan ekonomi. Pada kelompok pengeluaran 40% terbawah, tercatat 18,57% penduduk usia 15 tahun ke atas masih merokok. Sementara pada kelompok menengah angkanya naik menjadi 23,97%, dan di kelompok pengeluaran teratas mencapai 25,48%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok tidak hanya menjadi kebiasaan di kalangan berpenghasilan tinggi, tetapi juga menyebar di kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
“Bahkan pada keluarga dengan pendapatan rendah, proporsi pengeluaran untuk rokok sering kali justru lebih besar dibandingkan untuk kebutuhan gizi anak atau pendidikan,” ujar Eddy.
Ia menyebutkan, meski pemerintah telah menyalurkan berbagai bantuan sosial dan subsidi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan, dampaknya sering kali tertahan karena pola konsumsi yang belum berubah.
“Selama alokasi untuk rokok tetap besar, manfaat bantuan pemerintah tidak akan maksimal,” tutupnya.(nw)