Riyadhul Muhibbin: Panen Harapan dari Kolam Bioflok, Kisah Sinergi Pesantren dan Tambang

by
13 November 2025
Perwakilan PT Balangan Coal menyerahkan bantuan kolam bioflok kepada Pondok Pesantren Riyadhul Muhibbin dalam program pemberdayaan ekonomi santri melalui budidaya ikan nila. (Foto: istemewa/newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BALANGAN – Bungin, sebuah desa yang tenang, kini dihiasi wajah-wajah sumringah dari para santri Pondok Pesantren Riyadhul Muhibbin. Pada sabtu pagi yang cerah (8/11/2025), mereka menuai hasil jerih payah dari kolam-kolam bundar yang selama satu tahun terakhir menjadi saksi bisu pembelajaran dan kerja keras. Bukan sekadar panen ikan nila biasa, melainkan sebuah simfoni kolaborasi antara tradisi pesantren dan inovasi teknologi, yang didukung oleh uluran tangan korporasi.

Dari Kitab hingga Kolam , Pondok Pesantren Riyadhul Muhibbin, yang selama ini dikenal dengan pengajaran agama dan nilai-nilai luhur, mencoba merambah dunia baru: budidaya ikan nila sistem bioflok. Ide ini berawal dari keinginan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi pesantren dan memberikan bekal keterampilan bagi para santri. Namun, keterbatasan pengetahuan dan sumber daya menjadi tantangan awal yang cukup berat.

“Kami awalnya bingung, bagaimana cara memelihara ikan di kolam terpal? Apa itu bioflok? Semuanya terasa asing,” kenang Ustad Rasyid, Ketua BPUP Ponpes Riyadhul Muhibbin, sambil tersenyum.

Di tengah kebingungan itu, datanglah secercah harapan dari Balangan Coal, sebuah perusahaan tambang yang memiliki komitmen terhadap tanggung jawab sosial. Melalui program CSR-nya, Balangan Coal menawarkan bantuan berupa kolam bundar, bibit ikan nila, pakan, serta pendampingan teknis. Tak hanya itu, Hilmi Arifin, seorang ahli bioflok dari De Papuyu Farm, turut memberikan dukungan dan bimbingan.

“Kami sangat bersyukur atas bantuan dan bimbingan yang diberikan. Tanpa dukungan mereka, kami tidak mungkin bisa sampai pada titik ini,” ujar Ustad Rasyid dengan nada terharu.

Proses budidaya ikan nila ini tidak selalu berjalan mulus. Ustad Rasyid menceritakan bahwa mereka sempat menghadapi kendala serius terkait kurangnya oksigen dalam kolam. “Ikan-ikan kami mulai lemas dan mengambang di permukaan. Kami panik sekali,” ungkapnya.

Namun, berkat komunikasi yang intens dan kerjasama yang solid dengan CSR Balangan Coal, masalah tersebut berhasil diatasi. Mereka mengganti sistem aerasi menjadi uniring menggunakan mesin yang lebih besar, sehingga kadar oksigen dalam kolam kembali normal.

Akhirnya, hari yang dinanti-nantikan tiba. Pada sabtu pagi itu, para santri dengan semangat bergotong royong memanen ikan nila dari kolam-kolam bioflok. Ikan-ikan berukuran 4-6 ekor per kilogram itu terlihat segar dan sehat. Sebanyak 60 kg ikan nila berhasil dipanen dan dijual dengan harga Rp 36.000,- per kilogram.

“Ini adalah panen harapan bagi kami. Semoga program ini dapat menjadi percontohan dan membuka peluang pengembangan ekonomi berbasis pesantren di masa mendatang,” kata Ustad Rasyid dengan optimisme.

Keberhasilan ini bukan hanya tentang panen ikan nila. Lebih dari itu, ini adalah kisah tentang sinergi antara pesantren dan korporasi, tentang semangat belajar dan berinovasi, serta tentang harapan untuk masa depan yang lebih baik. Di balik kolam-kolam bioflok ini, tersembunyi potensi besar untuk mengembangkan ekonomi pesantren dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Heriansyah Rusli, Section Head CSR Balangan Coal, menutup perbincangan dengan senyum bangga. “Kami berharap program ini dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi pesantren dan masyarakat sekitar. Keberhasilan ini adalah bukti bahwa dengan kerjasama yang baik, kita dapat mencapai hasil yang luar biasa,” pungkasnya. (nw)

Reporter: Nasrulah

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog