NEWSWAY.ID, BANJARBARU – Lagi, 5 orang saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyaluran kredit Kupedes di sebuah Bank yang masuk dalam wilayah hukum Banjarbaru Tahun 2022, Jumat (22/9/2023).


Saksi pertama ungkap tulis Kasi Intelejen Kejari Banjarbaru, Essadendra Aneksa, Aditya Pram memaparkan, ia mengenal terdakwa Etna Agustiani dari teman saksi yang bernama Radi.



Saat itu katanya, Ia diminta oleh terdakwa Etna membuka kredit untuk digunakan oleh terdakwa sendiri.
Sebab ujarnya, terdakwa Etna kala itu butuh uang membayar hutang di sebuah bank. Atas dasar itu Aditya mau membantu terdakwa.

Selanjutnya dia diminta terdakwa menyerahkan KTP dan KK miliknya untuk keperluan membuka kredit.
“Yang menyiapkan dokumennya terdakwa sendiri,” ungkapnya.

Terkait Surat Keterangan Usaha (SKT) yang digunakan sebagai syarat pinjaman kredit, adit menggunakan usaha milik temannya, Radi.
Saat itu sang teman Radi ujarnya memiliki bisnis bengkel. Terdakwa menyuruh Adit mengakui usaha itu adalah kepemilikannya.
“Itu dilakukan pada saat pihak Bank melakukan survei,” bebernya.
Kemudian, soal agunan tanah sporadik yang digunakan dalam membuka rekening kredit, dirinya menggunakan tanah yang menurut pengakuan terdakwa merupakan tanah miliknya dan sporadiknya dibuat atas namanya.
“Yang melakukan pengurusan kelengkapan administrasi seluruhnya adalah terdakwa Etna Agustiani,” ceritanya.
Dikala petugas Bank mengecek keabsahannya di lapangan perihal usaha dan agunan, melalui sambungan telepon Adit selaku peminjam oleh terdakwa disuruh untuk bersiap di tempat usaha dan tempat agunan untuk bertemu dengan petugas Bank.
“Saat itu terdakwa Richard Wylson disuruh mengakui seluruh usaha dan tanah agunan yang disiapkan oleh terdakwa Etna Agustiani yang merupakan kepemilikan dari saya,” cetusnya.
Setelah petugas selesai mengecek lapangan, beberapa waktu kemudian Adit disuruh terdakwa Etna datang ke bank menandatangani dokumen dan penerimaan uang kredit dengan nilai Rp50 juta.
“Setelah uang diterima saya menyerahkan atm, buku rekening dan uang tersebut kepda terdakwa Etna Agustiani,” sebutnya.
Dari Rp50 juta tadi, Adit mengaku diberi uang sebesar Rp5 juta oleh terdakwa Etna.
Seiring berjalannya waktu, Ia diminta melunasi uang kredit tersebut. Namun Ia tidak dapat membayarnya lantaran yang akan membayarnya menurut Adit adalah terdakwa Etna.
Sontak pembayaran pun macet. Alhasil, Adit sendiri yang melunasi pembayaran kredit tersebut menggunakan gaji pribadinya.
Terhadap sporadik dan surat keterangan usaha yang ditunjukkan di persidangan yang terlampir dalam dokumen kredit kupedes sebagaimana yang telah disita oleh penyidik, dokumen tersebut jelas Adit tidak benar dan bukan merupakan kepemilkan maupun pengajuanya.
“Yang membuat dokumen itu adalah terdakwa Etna Agustiani sendiri,” tandasnya.
Selanjutnya saksi Muhammad Jani mengaku mengenal terdakwa Etna Agustiani dari temannya yang bernama Adit, seorang pegawai Bank swasta di Kota Martapura.
Awalnya Jani dihubungi terdakwa Etna Agustiani untuk membuka kredit. Waktu itu Jani setuju saja.
Ia diminta memberikan KTP dan KK miliknya untuk administrasi permohonan kredit.
Sama seperti motif terhadap saksi sebelumnya, kata Jani yang mengurus seluruh kelengkapan administrasinya adalah terdakwa sendiri. Mulai dari surat agunan maupun surat keterangan usaha.
Surat keterangan usaha yang digunakan oleh Jani dalam mengajukan kredit Kupedes usaha toko milik tantenya.
“Saat itu yang mengecek kelapangan terdakwa Richard Wylson ditemani oleh terdakwa Etna Agustiani,” lanjutnya menerangkan.
Disana Ia dimintta mengakui jika usaha dan tanah yang menjadi agunan kepemilikan dirinya sendiri.
Ketika pencairan uang kredit, Ia dibawa terdakwa ke Bank yang bersangkutan untuk menandatangani sebuah dokumen.
setelah kredit cair, Jani menerima uang senilai Rp5 juta rupiah dari terdakwa Etna Agustiani.
Sisanya kata Jani dibawa oleh terdakwa. Namun, Atm serta buku rekening tersebut diserahkan kepada terdakwa.
Meski pelunasan angsuran dibayarkan oleh terdakwa sendiri, tanda tangan pada sporadik tidak sesuai dengan tanda tangannya sebagaimana pada KTP.
Sehingga dari keterangan Jani, sporadik dan surat keterangan usaha yang ditunjukkan di persidangan yang terlampir dalam dokumen kredit kupedes sebagaimana yang telah disita oleh penyidik, dokumen tersebut tidak benar dan bukan merupakan kepemilkan maupun pengajuan oleh Jani.
Soalnya, yang membuatnya adalah terdakwa Etna Agustiani sendiri.
Saksi berikutnya Mujibrahman yang mengenal terdakwa melalui orang yang sama, yakni Adit.
Mujib mengaku memang tengah membutuhkan dana untuk modal usahanya sendiri.
Tidak lama kemudian, Mujib menghubungi Etna melalui sambungan telepon.
“Saya diminta terima bersih dalam mengajukan kredit melalui Etna Agustiani,” cetusnya.
Waktu itu Ia sempat berpikir menggunakan agunan tanah miliknya sendiri, namun agunannya menurut terdakwa tidak dapat digunakan oleh karena lokasi agunan berada diluar wilayah Bank KCP terkait.
Berangkat dari hal tersebut Mujib dibuatkan sporadik tanah oleh terdakwa atas namanya sendiri yang sebenarnya bukan miliknya.
Tidak lama menyelesaikan urusan administrasi, uang kredit pun cair senilai Rp100 juta.
Mujib pun memberikan uang tali asih kepada terdakwa Etna sebesar Rp25 juta di sebuah cafe.
Terdakwa Etna kala itu lebih jauh katanya tidak sendiri. Terdakwa ditemani oleh terdakwa lain, yakni Richard dan istrinya.
Uang Rp25 juta itu merupakan uang perjanjian antara terdakwa Etna dan Mujib.
Terdakwa Etna ujarnya pernah berbicara dengannya, jika dirinya perlu memberikan uang terimakasih untuk Etna dan mantri BRI terdakwa Richard, karena telah dibantu untuk mengurus kreditnya.
Pembayaran kredit dilunasi oleh Mujib sendiri. Kreditnya pun tukasnya sudah lunas.
Mujib telah meminjam kredit dengan jumlah total Rp200juta. 100 juta atas nama miliknya sendiri dan 100 juta sisanya menggunakan atas nama ibunya melalui terdakwa Etna.
“Semuanya telah saya lunasi suluruhnya,” tandasnya.
Saksi keempat Siti harijah, mulanya dikenalkan oleh mertuanya Ristiwati dengan Jamilah.
Setelah bertemu jamilah meminta bantuan untuk membukakan kredit kupedes dengan meminjam nama dari Siti Harijah.
Lalu anak dari jamilah datang ke rumahnya memberikan kelengkapan administrasi pengajuan kredit.
Tidak lama kemudian terdakwa Richard wilson datang menemui saksi mengecek keabsahan usaha dan tanah agunan.
Karena sebelumnya Harijah telah dibriefing untuk menunjukkan dan mengakui tempat usaha dan tanahnya sesuai dengan dokumen yang diberikan Jamilah, Harijah diminta menunjukkan lokasi tersebut kepada terdakwa Richard.
Singkat cerita, uang kredit pun keluar. Atm dan buku tabungannya diberikan kepada Jamilah. Harijah diberi imbalan Rp5 juta.
Dari keterangan Harijah dipersidangan, sporadik dan surat keterangn usaha yang ada dalam dokumen kredit kupedes tersebut, Harijah mengaku yang membuatnya adalah jamilah dan isi dokumennya tidak benar.
Namun, yang melunasi kredit tersebut tetap Jamilah sendiri, yang status pembayarannya masih macet, atau belum lunas.
Saksi sempat mendengr nama terdakwa Etna Agustiani dari pembicaraan Jamilah saat melakukan sambungan telepon.
Waktu itu katanya, Jamilah sempat mengucapkan jika uang tersebut ada yang diberikan kepada terdakwa Etna dan Richard Wylson.
Saksi terakhir dipersidangan itu Siswanto bercerita mendapatkan perlakuan dan motif peminjaman kredit kupedes yang sama seperti saksi-saksi sebelumnya.
Akan tetapi, Siswanto dikenalkan kepada Sari Yaumi bukan dengan terdakwa Etna.
Siswanto diminta meminjamkan KTP dan KK miliknya untuk keperluan membuka kredit.
Ia pun setuju, Sari Yaumi lah yang membuka kredit menggunakan namanya.
Syarat dan dokumen pembukaan kredit Siswanto tidak mengetahuinya, karena yang mengurus semua dokumennya Sari Yaumi, sebelum petugas Bank survei, ia melakukan pertemuan dengan Sari Yaumi dan terdakwa Etna Agustiani.
Disana Ia disuruh mengakui usaha milik temannya dan tanah sporadik yang menurut pengakuan Sari Yaumi tanah tersebut adalah miliknya.
Sebelum survei berlangsung, Siswanto dijemput oleh Sari Yaumi menggunakan mobil berangkat menjemput terdakwa Etna Agustiani dan mantri bank terdakwa Richard Wylson.
Selama proses survey, sempat terjadi tanya jawab antara dirinya dengan terdakwa Richard Wylson, perihal kepemilikan usaha dan tanah sporadik.
Ia pun mengakui kepemilikannya berdasarkan suruhan dari Sari Yaumi.
Beberapa hari kemudian Siswanto dikabari oleh Sari Yaumi untuk mengambil uang pencairan kredit kupedes.
Berangkat menuju Bank bertiga dengan Sari Yaumi dan terdakwa Etna, Siswanto disuruh menyerahkan seluruh uang, buku tabungan dan kartu ATM kepada Sari Yaumi, ia diberikan uang oleh Sari Yaumi sebesar Rp5 juta.
Diketahui, terdakwa Etna Agustina pernah melakukan perjanjian tertulis bermaterai dengan Saksi Aditya Pram dan Muhammad Jani.
Isinya, kredit yang dipinjam oleh para saksi yang bersangkutan akan dilunasi oleh terdakwa Etna Agustina sendiri, perjanjian itu berlangsung di rumah terdakwa Etna Agustina.
“Saat itu yang melakukan penandatanganan diatas materai adalah dari terdakwa Etna Agustiani sendiri,” pungkas Essadendra.