Menengok Pasar Wadai Martapura, Jengkol dan Kelelepon Sering Diburu Wisatawan

by
8 Februari 2024
Salah satu warung di pasar wadai Martapura, yang menjual kuliner khas Banjar, Kamis (8/2). (Foto: Juwita/Newsway.id)

NEWSWAY.ID, MARTAPURA – Martapura, Kabupaten Banjar tak hanya terkenal dengan wisata religi, banyak hal yang bisa dieksplore untuk menjadi daya tarik wisatawan.

~ Advertisements ~

Salah satunya Pasar Wadai (Kue) Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan yang berada di tepi jalan dekat terminal pasar atau samping Komplek Pertokoan Cahaya Bumi Selamat Martapura.

~ Advertisements ~

Di pasar wadai Martapura ini menjual berbagai macam kue khas Banjar, seperti kelelepon, cingkaruk, kue bangkit, lemang, kakicak, apam, kue petah, dan jengkol khas Martapura.

~ Advertisements ~

Selain itu, juga menjual berbagai cemilan dan kue lainnya, seperti kue roko, bipang, kue sagu, rimpi, amplang, kacang, dodol, kue bawang, brem, dan masih banyak lagi.

~ Advertisements ~

Salah satu pedagang kue khas Banjar, Siti Suhrah (57) mengatakan, dia berjualan kue selama 15 tahun di Pasar Wadai Martapura.

“Berjualan wadai ini sudah 40 tahun, kalau di pasar wadai jengkol Martapura kurang lebih 15 tahun,” ungkapnya kepada Newsway.id, Kamis (8/2/2024).

Ia juga mengatakan, biasanya wisatawan yang datang sering kali membeli jengkol dan kelelepon.

“Saya berjualan kue setiap hari mulai pukul 07.00 pagi sampai 18.00 sore, yang paling sering dicari wisatawan adalah jaring (jengkol), kelelepon, kikicak, dan kue petah,” ucap Iyang.

Ibu yang mempunyai empat anak ini mengaku sudah mengalami pasang surut berjualan kue di pasar tersebut.

“Pendapatan berjualan kue tidak menentu, sehari-hari kadang laku dari Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu,” ujar Siti Suhrah.

Menurut Iyang sapaan akrabnya, saat harga bahan kue naik, Ia tidak bisa menaikkan harga penjualan kue begitu saja karena takut mempengaruhi harga pasaran kue pedagang lain.

“Jadi kalau harga naik, ya sudah segitu saja pendapatannya, sama-sama saja harganya, yang penting setiap hari ada yang laku sudah alhamdulillah,” tuturnya.

Apalagi saat Covid-19 empat tahun lalu, Iyang mengatakan dirinya banyak mengalami kerugian karena tidak ada pembeli.

“Gali lobang tutup lobang. Kalau tidak ada modal, biasanya pinjam uang dulu, nanti dibayarkan setelah jualan laku,”cerita Iyah.

“Disamping dukanya, Alhamdulillah berjualan kue Banjar ini bisa menyekolahkan anak kaya orang-orang juga,” bangganya.

Dengan penuh semangat dan tetap berjualan, hanya inilah cara Iyang untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah.

“Kalau hanya mengandalkan suami yang berprofesi sebagai buruh bangunan, masih agak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” pungkasnya.

Pedagang kue lainnya, Erma (35) menceritakan dirinya berjualan kue karena keinginan sendiri.

Selama 10 tahun berjualan kue tradisional ini, ujar Erma penghasilan yang didapatkannya pun termasuk serba pas-pasan.

“Kadang ramai pembeli bisa sampai Rp. 500 ribu ataupun 1 juta sehari, tapi kalau lagi sepi, kisaran Rp. 100 sampai 200 ribuan seharinya,” ujar Erma.

Diakuinya, ia juga membayar biaya sewa lapak, pajak setiap bulan dan biaya karcis setiap harinya.

“Sewa lapak sebulannya Rp 250 ribu, kalau karcis itu Rp 10 ribu seharinya,” akunya.

Sementara itu, pembeli asal Banjarbaru, Sheila mengaku, harga kue-kue tradisional yang dijual di pasar wadai Martapura ini terbilang ramah kantong.

“Tadi beli cingkaruk harga 10.000 isi 12 buah permika nya, kuenya juga enak legit,” sebutnya.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog