NEWSWAY.CO.ID, YOGYAKARTA – Aksi unjuk rasa di Yogyakarta, Senin (1/9/2025) berlangsung damai dan tertib.
Ribuan massa dari berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan dalam dua gelombang aksi, yakni Aliansi Jogja Memanggil di Bundaran UGM dan HMI Yogyakarta di halaman Gedung DPRD DIY.
Penyampaian aspirasi digelar sebagai respons atas meninggalnya dua warga sipil dalam insiden yang melibatkan aparat kepolisian.
Keduanya yakni Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online yang tewas dalam demonstrasi di Jakarta pada 25 Agustus, serta Rheza Sendy Pratama (21), mahasiswa Amikom Yogyakarta yang diduga menjadi korban kekerasan aparat di Yogyakarta.
Dalam aksi ini, para demonstran membawa berbagai spanduk berisi aspirasi serta tuntutan.
Dilansir dari detik.com, Humas Aliansi Jogja Memanggil, Boengkoes menyatakan, aksi yang digelar tidak hanya bentuk protes atas tindakan brutal aparat, tetapi juga sebagai respon terhadap berbagai kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai menyengsarakan rakyat.
Kebijakan-kebijakan tersebut mencakup pemangkasan anggaran pendidikan, kenaikan PPN menjadi 12 persen, serta penambahan tunjangan bagi anggota DPR.
“Seluruh kebijakan itu mencerminkan jarak antara pemerintah dan rakyat serta memperparah ketimpangan sosial,” tegasnya.
Dalam aksi damai ini, Aliansi Jogja Memanggil menyerukan 17 tuntutan utama.
Di antaranya penolakan pemangkasan anggaran pendidikan, pengusutan kekerasan oleh aparat, pembebasan seluruh aktivis yang ditahan, reformasi Polri, penarikan militer ke barak, penghapusan program makan bergizi gratis yang dinilai sebagai pencitraan, serta penurunan harga kebutuhan pokok dan pajak rakyat.
“Kami juga menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor, penolakan penulisan ulang sejarah nasional yang dinilai tidak objektif, serta hukum tegas aparat dan pejabat pelanggar HAM,” tegasnya.
Aliansi ini kemudian memberikan ultimatum. Jika tuntutan-tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mereka mendesak agar pasangan Prabowo-Gibran mundur dari jabatannya dan pemilu ulang segera dilaksanakan.
Terkait pemilihan Bundaran UGM sebagai lokasi aksi, dikatakan Boengkoes merupakan langkah strategis untuk meminimalisasi potensi provokasi.
Pihaknya juga tidak ingin mengganggu aktivitas ekonomi para pedagang di kawasan Malioboro.
Masih di hari yang sama, aksi lanjutan digelar oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yogyakarta di halaman Gedung DPRD DIY sekitar pukul 14.30 WIB. Massa HMI yang hadir membawa atribut organisasi serta menyuarakan delapan tuntutan terkait kondisi bangsa saat ini.
Penanggung jawab umum aksi, Isra menyampaikan, aksi ini menyoroti sejumlah isu penting seperti reformasi birokrasi, pelanggaran HAM, reformasi institusi kepolisian, serta urgensi pengesahan UU Perampasan Aset Koruptor.
Mereka juga menuntut pembebasan massa aksi yang ditahan sejak 25 hingga 31 Agustus, transparansi gaji DPR, serta penurunan beban pajak yang diterapkan kepada para wakil rakyat.
Setelah berorasi selama kurang lebih satu jam, massa HMI diterima oleh Wakil Ketua DPRD DIY, Umaruddin Masdar. Dalam dialog tersebut, Umaruddin berjanji bahwa seluruh tuntutan yang disampaikan akan segera dikirimkan ke DPR RI di Jakarta pada hari yang sama.
“Kami di fraksi telah sepakat untuk menyampaikan seluruh aspirasi ini ke tingkat pusat,” ucapnya.
Rangkaian aksi yang digelar di Yogyakarta berlangsung kondusif tanpa insiden yang mengganggu ketertiban umum. Massa terpantau membubarkan diri dan aktivitas masyarakat di Yogyakarta kembali normal. (nw)