NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Aliansi Meratus yang terdiri dari komunitas masyarakat adat, komunitas lokal, dan organisasi masyarakat sipil di Kalimantan Selatan secara tegas menolak rencana penetapan wilayah adat Pegunungan Meratus sebagai Taman Nasional. Pernyataan ini disampaikan dalam pembacaan Resolusi Meratus di Rungan Metting Cafe Kala, Rabu (13/08/2025) kemarin.

Pihaknya menilai, usulan yang digagas Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tersebut mengabaikan keberadaan masyarakat adat yang telah secara turun-temurun mengelola hutan dan sumber daya alam secara berkelanjutan berdasarkan pengetahuan tradisional dan hukum adat.

Mereka khawatir, penetapan Taman Nasional justru akan menggusur ruang hidup dan mata pencaharian masyarakat adat, seperti bertani, berladang, dan pekerjaan tradisional lainnya.


Dalam Resolusi Meratus, Aliansi Meratus menyampaikan poin sikap utama, yaitu:


- Menolak rencana penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di wilayah adat masyarakat Meratus di Kalsel.
- Mendesak Gubernur dan DPRD Kalsel untuk segera kembali pengajuan penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
- Mendesak Kementerian Kehutanan RI menghentikan seluruh proses penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
- Mendesak Pemprov Kalsel untuk mengimplementasikan Perda Kalsel No. 2 Tahun 2023 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Aliansi Meratus juga mendesak Presiden dan DPR RI untuk segera :

- Mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat dalam masa sidang tahun 2025.
- Melakukan revisi total Undang-Undang Kehutanan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI.
- Mencabut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana
Lingkungan Hidup (WALHI) Kalsel, Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono menjelaskan, penolakan ini dipicu oleh tidak adanya pelibatan masyarakat adat dalam proses perencanaan.

“Usulan ini diajukan tanpa sosialisasi kepada masyarakat yang akan terdampak langsung. Masyarakat adat bahkan tidak tahu kalau ada rencana penetapan Taman Nasional. Jika diterapkan, mereka bisa terusir dari ruang hidupnya,” ucapnya.


Raden menegaskan, konsep Taman Nasional tidak selaras dengan tata ruang, adat istiadat dan pola kehidupan masyarakat adat yang telah terbangun selama ratusan tahun.


“Alih-alih melindungi, justru berpotensi merusak tatanan sosial-budaya dan menghilangkan kedaulatan mereka atas wilayahnya,” ujarnya.
Aliansi Meratus berencana menyerahkan resolusi ini kepada pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat sebagai bentuk sikap resmi. Mereka berharap, suara masyarakat adat didengar sebelum pemerintah mengambil keputusan terkait pengelolaan Pegunungan Meratus. (nw)