BNN Jelaskan Status Tanaman Kecubung, Termasuk Narkotika atau Bukan?

12 Juli 2024
Halaman depan kantor BNN Kota Banjarmasin (Foto.Fahmi/newsway.id)

NEWSWAY.ID, BANJARMASIN – Tanaman kecubung diketahui memiliki efek buruk bagi tubuh manusia, seperti halusinasi, linglung, kecanduan, dehidrasi, hingga kematian.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Dengan efek-efek tersebut, muncul pertanyaan apakah kecubung termasuk dalam golongan narkotika.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Ketua Tim Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Banjarmasin, Eka Fitriana, menjelaskan bahwa meskipun kecubung memiliki efek psikotropika yang mirip dengan zat narkotika lainnya, tanaman ini saat ini belum termasuk dalam jenis narkotika karena peredarannya belum masif.

~ Advertisements ~

“Saat ini kecubung belum termasuk dalam golongan narkotika, mungkin karena kasusnya hanya terjadi di wilayah Kalimantan saja,” kata Eka saat ditemui newsway.id, Kamis (11/7/2024).

~ Advertisements ~
Ketua Tim Rehabilitasi BNN Kota Banjarmasin, Eka Fitriana saat ditemui di kantornya (Foto.Fahmi/newsway.id)

Namun, ketika ditanya apakah kecubung berpotensi masuk dalam golongan narkotika, Eka menyebut kemungkinan tersebut bisa saja terjadi jika peredarannya meluas ke banyak wilayah di Indonesia, seperti kasus tanaman kratom.

“Bisa jadi, karena seperti kratom yang awalnya banyak tumbuh di Kaltim, sekarang sudah masuk golongan narkotika. Jadi, jika kecubung sudah menyebar, kemungkinan besar juga bisa,” jelas Eka.

Eka menjelaskan bahwa kecubung memiliki efek sangat berbahaya jika dikonsumsi, karena tanaman ini mengandung zat yang dapat membuat manusia kehilangan kesadaran.

“Kandungan dalam kecubung sejenis opioid yang bisa menyebabkan halusinasi berkepanjangan. Jika dikonsumsi terlalu banyak, akan menyebabkan kecanduan yang bisa merusak otak,” ungkapnya.

Tanaman kecubung yang memiliki buah berbentuk bulat dan berduri ini sering dicampur dengan alkohol, obat zenith, dan rokok, yang menghasilkan efek lebih besar dan lebih berbahaya.

“Campuran ini membuat efeknya lebih tinggi. Kita bisa lihat efeknya sampai ada yang ngamuk,” papar Eka.

Menurut Eka, kecubung lebih mematikan daripada jenis narkotika lain seperti ganja, heroin, sabu, ekstasi, dan kokain.

“Benar, ganja masih bisa ditangani, tapi kecubung reaksinya cepat, antara empat hingga enam jam. Apalagi jika kecubung dicampur dengan zat lain, risiko kematiannya meningkat,” jelasnya.

buah kecubung (Foto.Unsplash/newsway.id)

Karena kecubung belum termasuk narkotika, BNN belum bisa merehabilitasi pasien kecubung kecuali jika ada zat lain seperti zenith yang dikonsumsi bersama kecubung, maka BNN bisa melakukan rehabilitasi setelah kecubung didetoksifikasi.

“Kita belum bisa merehabilitasi kecubung karena belum termasuk golongan narkotika, kecuali ada zat pendamping seperti zenith. Untuk zenith, kita bisa lakukan layanan konseling setelah kecubungnya didetoksifikasi,” sambungnya.

Satu-satunya pengobatan bagi korban kecubung adalah detoksifikasi, atau menghilangkan racun dalam tubuh.

“Detoksifikasi bisa dilakukan di rumah sakit Sambang Lihum. Mereka punya obatnya untuk membuang racun kecubung dari tubuh,” imbuhnya.

Meskipun kecubung memiliki dampak berbahaya, tanaman ini dapat digunakan untuk pengobatan yang bermanfaat bagi kesehatan.

“Sebenarnya, kecubung bisa digunakan untuk pengobatan seperti nyeri sendi, tapi harus diolah dulu, tidak langsung dikonsumsi seperti sekarang,” kata Eka.

Eka berpesan kepada masyarakat agar tidak mencoba mengonsumsi kecubung mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan.

“Saya minta masyarakat tidak mencoba-coba kecubung karena berbahaya dan bisa menyebabkan kecanduan. Jika sudah kecanduan, yang diserang nanti adalah otak dan saraf,” pungkasnya.

Sebagai informasi tambahan, korban konsumsi kecubung semakin meningkat. Menurut data terakhir, pasien mabuk kecubung di RSJ Sambang Lihum sudah mencapai 44 pasien, di mana dua di antaranya meninggal dunia.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog

Suasana berkabung menyelimuti masyarakat Desa Tanjung Seloka, Kecamatan Pulau Laut Selatan, dengan ditemukannya seorang nelayan setempat, Kana (69) dalam keadaan meninggal dunia usai dilaporkan hilang sejak Minggu (27/4/2025) ( Foto : Humas Polres Kotabaru/newsway.co.id)