Desa Cahaya Baru Masuk Kawasan Prioritas Transmigrasi 2025–2029, Tapi Lahannya di Mana?

by
16 Juli 2025
Desa Cahaya Baru Barito Kuala, dalam google maps, (Foto: ist/newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BARITO KUALA – Desa Cahaya Baru, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, ditetapkan sebagai salah satu lokasi prioritas dalam program transmigrasi nasional periode 2025–2029. Informasi ini tertuang dalam peta kawasan prioritas transmigrasi yang dirilis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Namun, penetapan itu justru menimbulkan kebingungan, terutama di kalangan perangkat desa. Pasalnya, nama “Cahaya Baru” tidak merujuk pada satu lokasi tunggal.

~ Advertisements ~

“Desa Cahaya Baru memang ada di sini, tapi ada juga yang disebut Kota Terpadu Mandiri (KTM) Cahaya Baru, yang mencakup wilayah hingga Marabahan. Sementara di dokumen hanya tertulis ‘Cahaya Baru’, tanpa kejelasan wilayah spesifiknya,” kata Hadi, Sekretaris Desa Cahaya Baru, kepada Newsway, Selasa (16/7).

Respons Warga: Antusias, Tapi Masih Banyak yang Bingung

Meskipun informasi masih minim dan simpang siur, sebagian warga menyambut kabar ini dengan positif. Mereka melihat potensi kedatangan transmigran sebagai peluang untuk menggerakkan ekonomi desa dan memperkuat kebersamaan antarwarga.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

“Warga di bagian dalam desa cukup antusias. Mereka berpikir, desa jadi lebih ramai, bisa saling bantu dalam kegiatan gotong-royong,” ujar Syamsudin, staf desa.

Namun tak semua warga punya pandangan yang sama. Di bagian pinggir desa, sebagian masyarakat justru belum mengetahui atau cenderung tak peduli dengan rencana program ini.

Hadi (kiri) Sekretaris Desa dan Syamsudin (kanan) Staff Desa (Foto: Aminah/newsway.co.id)

Masalah Lahan: Janji Besar, Tapi Ruang Sudah Penuh

Yang paling krusial adalah soal lahan. Pemerintah pusat boleh saja menetapkan lokasi, tapi faktanya, ruang di lapangan nyaris tak tersedia.

~ Advertisements ~

“Saat ini tidak ada lagi lahan kosong di Desa Cahaya Baru. Semua tanah sudah memiliki sertifikat kepemilikan,” jelas Syamsudin.

Ini menjadi pertanyaan besar: jika lahan sudah penuh, di mana para transmigran akan ditempatkan? Apakah program ini hanya sekadar wacana, atau akan dipaksakan tanpa perencanaan matang?

Warga berharap program ini tak sekadar mendatangkan penduduk baru, tetapi juga disertai pembangunan infrastruktur yang selama ini masih minim: akses jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan air bersih.

Namun mereka juga menuntut kejelasan dari pemerintah pusat dan daerah terkait lokasi pasti, mekanisme penempatan, dan dampaknya bagi warga lokal.

“Kami tidak menolak program ini. Tapi mohon dijelaskan dulu di mana letak pastinya, bagaimana skemanya. Jangan sampai jadi konflik sosial karena kurang sosialisasi,” tegas Hadi.

Penetapan lokasi prioritas transmigrasi seharusnya bukan hanya daftar di atas peta, melainkan disertai kajian lapangan yang serius. Jika tidak, program mulia ini bisa berujung pada polemik baru di tengah masyarakat.

Reporter Aminah Newsway.co.id Batola

Tinggalkan Balasan