NEWSWAY.CO.ID, MARTAPURA – Yayasan Pondok Pesantren Nurul Ilmi di Martapura tampak sepi pasca-penetapan MR (42), pimpinan yayasan, sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap santri putranya. Polisi telah menahan MR setelah bukti-bukti yang cukup berhasil dikumpulkan.


“Terlapor selaku pimpinan Ponpes Nurul Ilmi sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan,” ujar Kapolres Banjar AKBP M. Ifan Hariyat melalui Kanit PPA, Ipda Anwar, Jumat (17/1/2025).



Meski demikian, pihak kepolisian memastikan tidak ada penyegelan terhadap pondok pesantren. Kegiatan di yayasan diperkirakan akan segera kembali berjalan.

Seorang warga sekitar yang berjaga di kawasan pondok pesantren, berinisial SY, mengonfirmasi bahwa yayasan tidak ditutup.

Bahkan, pihak yayasan telah melakukan langkah pergantian pimpinan dan pengurus untuk memastikan keberlangsungan operasional.
“Yayasan ini akan kembali beroperasi, tidak ada penyegelan karena pimpinan dan pengurus yayasan sudah digantikan. Para santri juga telah diimbau untuk kembali ke pondok,” jelas SY.
Ia menambahkan bahwa informasi yang diterimanya menunjukkan sejumlah santri telah mempersiapkan diri untuk kembali, terutama untuk melaksanakan ujian akhir pada bulan ini.
“Dari informasi yang saya dapat, beberapa santri sudah berniat balik ke sini. Insyaallah bulan ini mereka akan kembali untuk mengikuti ujian akhir,” tambahnya.
Istri Ketua RT 05 setempat turut memberikan pandangannya. Ia menyebut bahwa selama ini proses pendidikan di pondok pesantren tersebut berjalan sesuai dengan syariat Islam.
Kasus pelecehan, menurutnya, murni dilakukan oleh oknum pimpinan dan tidak mencerminkan sistem pengajaran pondok.
“Selama ini tidak ada yang menyimpang dalam proses pengajaran, semuanya sesuai syariah Islam. Bahkan, Ponpes rutin mengadakan pengajian bersama warga setiap Selasa,” ungkapnya.
Ia juga memastikan telah mendengar kabar bahwa yayasan mengadakan rapat untuk mengganti pimpinan dan pengurus pondok pesantren.
“Saya dengar dari salah satu guru bahwa sudah ada rapat untuk pergantian pimpinan dan pengurus yayasan,” jelasnya.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi yayasan dan masyarakat sekitar. Diharapkan, ketika pondok pesantren kembali beroperasi, tidak ada lagi peristiwa serupa yang mencoreng nama baik lembaga pendidikan Islam.