Empat Mantan Komisioner KPU Banjarbaru Dilaporkan Pidana, Karena Dianggap Menghalangi Hak Pilih Warga Saat Pilkada 2024

by
5 Maret 2025
Pengacara Sofyan dan sejumlah aktivis Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi saat melaporkan empat Komisioner KPU Banjarbaru di Krimaus Polda Kalsel. (Foto : GMPD/newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Pasca Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memberhentikan permanen empat Komisioner Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru, Pengacara Sofyan bersama Pengurus Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Banjarbaru mendatangi Direktorat Reskrimsus Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) di Kota Banjarmasin pada Selasa (4/03/2025).

~ Advertisements ~

Kedatangan mereka untuk melaporkan perbuatan melawan hukum karena komisioner KPU Banjarbaru dianggap telah menghalangi pemilih yang akan melakukan haknya untuk memilih di Pilkada Banjarbaru 2024 tanggl 27 November 2024.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Sofyan bersama GMPD meminta Polda Kalsel untuk segera membentuk satgas atau tim investigasi untuk memeriksa dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Dahtiar, Resty, Normadina dan Hereyanto saat masih menjabat sebagai Komisioner KPU Banjarbaru.

~ Advertisements ~

“Kapolda Kalsel harus usut tuntas dugaan melanggar hukum yang dilakukan oleh mantan Komisioner KPU Banjarbaru yang menyebabkan Pemilih di Pilkada Banjarbaru dirampas hak konstitusional warga. Kami sebagai pemilih merasa mantan komisioner telah menghalang-halangi hak pilih warga di Pilkada Banjarbaru 2024 dan ancamannya pidana,” terang Sofyan.

~ Advertisements ~

Sementara Ketua GMPD, Rachmadi menjelaskan bahwa berdasarkan putusan hakim Mahkamah Konstitusi Mahkamah untuk menyatakan bahwa Pemilukada Kota Banjarbaru tahun 2024 telah melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 dan melanggar asas Pemilu.

Khususnya asas adil dan asas bebas, dikarenakan tidak adanya keadilan bagi para pemilih, serta tidak adanya kebebasan para pemilih untuk memberikan pilihan lain selain kepada pasangan calon nomor urut 1.

“Pasal 531 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, jelas mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)” tegas Rachmadi

Tinggalkan Balasan