GMPD Banjarbaru : Ini Bukan Soal Siapa Plt-nya, Tetapi Dugaan Intervensi Harus Diusut Tuntas

by
19 September 2025
Koordinator GMPD, Drs Rachmadi foto bersama dengan Badan Kehormatan DPRD Banjarbaru seusai dimintai keterangan beberapa waktu lalu. (Foto : Dok Pribadi Drs Rachmadi/newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Polemik penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMP Negeri 1 Banjarbaru menarik sorotan publik, akademisi, dan organisasi masyarakat, saat ini kasus dugaan adanya intervensi anggota DPRD itu masih ditangani oleh Badan Kehormatan (BK) dewan.

Baru-baru ini ptalform media online memberitakan dua akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), yakni Reza Pahlevi dan Guru Besar Prof. Dr. Ahmad Suriansyah, menyatakan bahwa penunjukan Plt sah secara prosedural dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Hal itu ternyata memantik Koordinator Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Banjarbaru, Drs Rachmadi untuk bula suara, ia menilai bahwa pernyataan itu tidak mencerminkan kondisi faktual di lapangan dan berpotensi menyesatkan publik.

~ Advertisements ~

Drs Rachmadi atau biasa disapa Engot, yang juga aktif sebagai wali kelas di salah satu Madrasah Tsanawiyah Swasta di Banjarbaru, menegaskan bahwa kritik GMPD berbasis pengalaman nyata di lapangan, bukan sekadar asumsi politik.

~ Advertisements ~

“Ini aneh, keduanya mengomentari hal yang sama di hari yang sama, padahal Badan Kehormatan (BK) DPRD Banjarbaru belum mengeluarkan keputusan atas laporan resmi GMPD terkait dugaan intervensi anggota dewan dalam penunjukan Plt Kepala Sekolah. Publik bisa salah paham jika komentar akademisi muncul sebelum hasil resmi,” ujar Engot, Jumat (19/9/2025).

Drs Rachmadi foto bersama siswanya di salah satu sekolah Madrasah dalam satu kesempatan. (Foto : Dok Pribadi Drs Rachmadi/newsway.co.id)

Diungkapkan, Rachmadi bahwa polemik bermula dari pengusulan calon Plt Kepala SMPN 1 Banjarbaru oleh pihak sekolah, nama calon awal, Noor Syamsu Riza, M.Pd, yang diajukan oleh sekolah, tiba-tiba diubah oleh Dinas Pendidikan menjadi nama lain yang kemudian diusulkan ke Wali Kota untuk penetapan.

Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan publik terkait mekanisme transparansi, integritas, dan intervensi dalam proses pengangkatan.

Dalam rapat klarifikasi pada 5 September 2025, yang dihadiri DPRD Banjarbaru, perwakilan guru, dan komite sekolah, Dinas Pendidikan mengakui adanya “intervensi dari luar” dalam proses penunjukan Plt.

Fakta tersebut menjadi dasar GMPD melayangkan aduan resmi ke DPRD pada 9 September 2025, diterima langsung oleh Ketua DPRD, Gusti Rizky Sukma Iskandar Putera.

Engot menjelaskan, rapat tersebut mengungkap bahwa proses pengangkatan Plt dilakukan tanpa mengikuti mekanisme resmi.

Nama calon yang awalnya diusulkan dicoret secara mendadak dan diganti tanpa alasan jelas, dugaan intervensi publik pun mengarah kepada salah satu anggota DPRD Banjarbaru.

“Kalau anggota DPRD ikut menentukan siapa yang jadi kepala sekolah, lalu apa bedanya wakil rakyat dengan calo jabatan? Ini persoalan integritas yang jauh lebih besar daripada sekadar prosedur formal,” tegas Engot.

Engot menekankan bahwa komentar akademisi yang hanya menekankan prosedur formal tanpa menelisik fakta intervensi justru memperkeruh suasana, pihaknya menilai inti persoalan bukan legalitas administratif penunjukan Plt, melainkan dugaan intervensi politik yang merusak integritas proses.

“Kalau akademisi hanya menekankan aturan di atas kertas tanpa menelisik fakta intervensi yang jelas terjadi, sama saja membiarkan praktik yang tidak sehat terus berulang. Ini bukan sekadar soal sah secara hukum, tetapi soal siapa yang bermain di balik kebijakan,” ujarnya.

Ia membeberkan berdasar pengalaman sebagai wali kelas memberinya perspektif unik, ia memahami bagaimana kebijakan penunjukan Plt langsung memengaruhi guru, siswa, dan proses pembelajaran sehari-hari.

“Pendidikan adalah dunia kejujuran. Kalau bicara tanpa data lapangan, apa bedanya dengan politisi yang hanya mencari pembenaran? Ini mempermalukan civitas akademika sendiri,” tegasnya.

Ia kembali menegaskan, jika anggota DPRD ikut menentukan siapa yang menjadi kepala sekolah, hal itu dapat menimbulkan distorsi dalam jalannya demokrasi pendidikan, bahkan ia juga menyebut praktik itu berpotensi:

  1. Melemahkan kepercayaan guru terhadap proses penunjukan jabatan
  2. Menurunkan moral staf sekolah
  3. Mengganggu kualitas pengelolaan pendidikan dan pembelajaran
  4. Membuka peluang konflik kepentingan di lingkungan pendidikan

“Transparansi dan akuntabilitas harus dijaga. Pendidikan adalah cerminan integritas demokrasi dan kejujuran masyarakat. Jangan sampai pendidikan hanya menjadi alat legitimasi politik semata,” tegasnya lagi.

GMPD menegaskan, organisasi ini tidak menolak keberadaan Plt, tetapi menolak praktik intervensi yang merusak proses pengisian jabatan.

Secara tegas Engot menyerukan agar akademisi tidak hanya berpendapat berdasarkan regulasi di atas kertas, tetapi memperkuat pernyataannya dengan data dan fakta lapangan sebelum mengeluarkan komentar publik.

“Mari bijak menyikapi persoalan ini. Jangan asal berkomentar tanpa data lapangan. Kalau akademisi bicara tanpa memahami kondisi di lapangan, itu justru mempermalukan civitas akademika sendiri. Lebih baik menunggu keputusan resmi daripada memperkuat narasi yang keliru,” pungkasnya.

“Kami menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh dan transparansi dalam setiap penunjukan jabatan pendidikan. Dunia pendidikan tidak boleh dijadikan arena perdebatan berbasis asumsi, melainkan harus didasarkan pada fakta, data, dan integritas,” tutupnya.(nw)

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog