NEWSWAY.ID, BANJARBARU – Sidang kasus tindak pidana korupsi Kredit Kupedes tahun 2020 pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Guntung Payung, Kota Banjarbaru sampai saat ini masih belum selesai.

Kasus yang melibatkan terdakwa H Andi Syamsul Bahri tersebut sampai saat ini ternyata maaih bergulir.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari), Kota Banjarbaru, Hadiyanto menyampaikan, perkara ini merupakan penindakan dari pihak Kepolisian Resor (Polres), Banjarbaru. Dengan kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 2.7 Miliar.
Bahkan menurutnya, tidak ada satu pun dari nama-nama nasabah yang benar-benar penerima layak untuk menerima, melainkan dikelola oleh enam orang.
“Dari keseluruhan total pinjaman itu sudah diaudit BPKP, yang kemudian diberikan untuk 38 nasabah. Namun nama-nama nasabah yang tercantum dalam kredit hanya meminjam nama, tetapi hanya dinikmati enam orang,” katanya saat konfrensi pers di kantornya Selasa (9/7/2024) lalu.
Hadiyanto menambahkan bahwa jaminan-jaminan yang ada bwrupa surat tanah sporadis adalah sporadis palsu.
“Secara keseluruhan dari kerugian negara sebersar Rp 2.7 Miliar, yang terselamatkan hanya sekitar Rp1.3 miliar. Masih ada Rp 1.3 miliar yang belum disebutkan, termasuk dari keluarga AS sekitar Rp 300 juta yang belum disebutkan,” ujarnya.
Hadiyanto menambahkan dari lima tersangka tersebut, salah satunya yakni Richard Wilson merupakan Mantri Kredit di Bank BRI, Guntung Payung.
Akibat kasus tersebut Richard sudah menerima putusan lima tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Banjarbaru dan sudah di inkrah.
“Dari nasabah, Etna Agustiany dan Sahrianoor dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin,” jelasnya.
Lebih jauh Hadiyanto mengatakan, ketika pihaknya menangani terpidana Richard Wilson ini, jaksa telah memeriksa kurang lebih sebanyak 40 orang saksi, termasuk terdakwa AS.
“Dalam kasus ini kami mengenakannya pasal 2 ayat (1) Undang-undang Tipikor,” jelasnya.
Mengingatkan kembali, kasus ini bermula dari Andi Syamsul Bahri yang mengajukan kredit di Bank BRI sebesar Rp100 juta.
Tetapi Andi sudah mempunyai tiga pinjaman lain dengan menggunakan nama anak, menantu dan keponakannya.
“Keluarga ini satu rumah, bukannya mereka tak mampu, ternyata kasus ini memang sebuah sindikat,” ungkap Hadi lagi.
Sedangkan untuk sisa pinjaman Rp 300 juta juga belum dikembalikan Andi Syamsul Bahri, dengan alasan kredit macet karena adanya pandemi covid-19.
“Fakta di lapangan, kondisinya jauh sebelum terjadi pandemi covid-19 pinjaman itu sudah ada,” tandasnya.