NEWSWAY.CO.ID, BANJARMASIN – Meski terdakwa kasus pembunuhan Juwita sudah dinyatakan bersalah dan dihukum seumur hidup, namun pertanyaan kenapa terdakwa harus ditahan di Lapas Balikpapan masih menjadi pertanyaan.
Baru-baru tadi keluarga almarhumah Juwita kembali menegaskan tuntutannya agar TNI Angkatan Laut memberikan klarifikasi hukum secara terbuka terkait pemindahan terpidana eks-Kelasi Jumran ke Lapas Balikpapan.
Langkah tersebut dilakukan melalui penyerahan surat tanggapan hukum dan permohonan klarifikasi kepada anggota Komisi III DPR RI, H. Machfud Arifin, yang dilakukan pada 10 Oktober 2025 lalu di sela acara silaturahmi masyarakat dengan Komisi III DPR RI di Banjarbaru.
Surat itu merupakan tindak lanjut dari jawaban TNI AL tertanggal 16 September 2025, yang dinilai keluarga korban tidak transparan dan belum menjelaskan dasar hukum pemindahan terpidana Jumran.
Dalam penyerahan tersebut, Susi Anggraini, keluarga almarhumah Juwita, didampingi oleh Tim Advokasi Untuk Keadilan (AUK) Juwita yang diketuai oleh Dr. Muhamad Pazri, S.H., M.H. dam kawan kawan.
Mereka meminta Komisi III DPR RI — yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan — untuk memanggil TNI AL dan Kemenkumham guna memberikan penjelasan terbuka tentang dasar hukum dan prosedur administratif pemindahan tersebut.
“Kami berharap Komisi III DPR dapat membantu memastikan agar pelaksanaan hukum dilakukan secara transparan dan sesuai aturan. Ini bukan hanya tentang Juwita, tapi juga tentang keadilan bagi semua keluarga korban di Indonesia,”
ujar Susi Anggraini usai menyerahkan surat pada 10 Oktober lalu.
Menanggapi hal tersebut, H. Machfud Arifin menyatakan bahwa Komisi III DPR RI akan menelaah laporan tersebut dan menindaklanjutinya melalui mekanisme resmi DPR.
“Kami akan pelajari lebih lanjut laporan ini. Prinsipnya, Komisi III DPR RI berkepentingan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan prosedural, termasuk dalam pelaksanaan putusan peradilan militer,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum AUK Juwita, Dr. Muhamad Pazri, S.H., M.H., menegaskan bahwa pemindahan Jumran ke Lapas Balikpapan tanpa keputusan resmi Kemenkumham melanggar Pasal 256 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang mengatur bahwa terpidana militer yang telah dipecat dari dinas harus menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan umum.
“Keadilan bagi korban tidak berhenti di pengadilan. Pelaksanaan hukuman pun harus akuntabel. DPR, Komnas HAM, dan Ombudsman harus ikut memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang di balik pemindahan ini,” tegas Dr. Pazri.
Keluarga besar Juwita berharap langkah hukum dan advokasi ini menjadi momentum bagi lembaga negara untuk memperkuat transparansi dan koordinasi antarpenegak hukum, khususnya antara TNI AL, Oditurat Militer, dan Kementerian Hukum dan HAM, agar tidak lagi terjadi praktik administratif yang mencederai rasa keadilan masyarakat.(nw)