NEWSWAY.CO.ID, NEPAL- Kerusuhan di negeri atap dunia, Nepal, dalam tiga hari berakhir memakan banyak jiwa dan kerusakan. Dari laporan India Today, Rabu (10/9/2025), sebanyak 22 orang tewas, dan 300 orang lainnya terluka akibat kerusuhan yang pecah sejak 8 September 2025 itu.
Tidak hanya korban jiwa, kerusuhan yang dipicu kemarahan massa terhadap pemerintahan yang korup ni juga merusak bangunan negara serta partai politik setempat. Bahkan demonstran juga menyerbu penjara-penjara di seluruh negeri. Dilaporkan mereka bahkan membebaskan sekitar 900 narapidana.
Gelombang aksi besar ini digerakkan oleh generasi muda yang menamakan dirinya Generasi Z (Gen Z, yakni generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, dikenal sebagai “digital natives”) yang turun ke jalan-jalan. Puncak dari aksi ini setelah keputusan pemerintah memblokir 26 platform media sosial populer, termasuk Facebook, YouTube, dan X.
Perdana Menteri Nepal, Khadga Prasad Sharma Oli, dipaksa mengundurkan diri pasca demonstrasi besar-besaran ribuan anak muda gen-Z pada Selasa (9/9).
Dilansir Reuters, kerusuhan ini disebut yang terburuk dalam beberapa dekade di negara yang terjepit di antara India dan China tersebut. Nepal juga tengah berjuang melawan ketidakstabilan politik dan ekonomi, sejak aksi protes yang berujung pada penghapusan monarki pada 2008 lalu.
“Ini bukan hanya tentang pemblokiran media sosial, ini tentang kepercayaan, korupsi, dan generasi yang menolak untuk diam,” tulis surat kabar Kathmandu Post.
Mundurnya PM dan Preside Nepal, serta Korban Aksi Pembakaran
Gelombang massa yang hebat memaksa PM Nepal KP Sharma Oli mengumumkan pengunduran diri. Oli mengatakan keputusan itu untuk memfasilitasi solusi atas masalah yang terjadi.
“Mempertimbangkan situasi yang tidak menguntungkan di negara ini, saya memutuskan mengundurkan diri hari ini untuk memfasilitasi solusi atas masalah ini dan membantu mengatasi hal ini secara politis sesuai dengan konstitusi,” kata Oli pada Selasa (9/9), seperti dilansir CNN Indonesia.
Tak lama setelah Oli mundur, Presiden Ram Chandra Poudel juga mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri PM dan Presiden membuat Nepal tanpa pemimpin eksekutif di tengah situasi yang semakin chaos ini.
Namun, kemarahan warga bukannya padam. Aksi pembarakan terus berlanjut. Kediaman pribadi PM Oli dan Presiden Poudel dibakar massa. Dalam sejumlah video yang beredar di medsos, menunjukkan aksi-aksi vandalisme di kediaman PM dan presiden.
Rumah mantan PM Nepal Pushpa Kamal Dahal dan Sher Bahadur Deuba juga turut menjadi sasaran amukan massa. Kediaman Menteri Energi Nepal Deepak Khadka juga rusak karena digeruduk massa.
Selain itu, gedung parlemen Nepal juga dibobol dan dibakar.
Tentara Nepal dikerahkan untuk berpatroli di jalan-jalan ibu kota Kathmandu pada Rabu (10/9/2025) dalam upaya memulihkan ketertiban setelah gelombang protes besar-besaran yang berujung pada pembakaran gedung parlemen serta pengunduran diri perdana menteri.
Kerusuhan yang berawal pada Senin (8/9/2025) di Kathmandu tidak hanya memakan korban dari pihak demonstaran. Mengutip Newsweek, pembakaran yang dilakukan massa juga berujung kematian istri mantan PM Oli, yakni Jhala Nath Khanal, yang tewas setelah terbakar hidup-hidup ketika rumahnya dibakar warga yang marah pada Selasa.
Kemarahan Generasi Z
Pemicu kerusuhan AkiBat dalamnya jurang kemiskinan di negeri Himalaya itu. Lebih dari 20% warga Nepal berusia 15-24 tahun saat ini menganggur, menurut data Bank Dunia. Produk domestik bruto (PDB) per kapita hanya sebesar US$1.447, menambah alasan frustrasi kaum muda yang merasa terpinggirkan.
Ada dua tuntutan utama para demonstran: yakni pemerintah mencabut larangan media sosial, dan para pejabat mengakhiri praktik korupsi.
Demonstran yang kebanyakan mahasiswa mengaitkan pemblokiran media sosial dengan pembatasan kebebasan berbicara serta tuduhan korupsi yang meluas di kalangan politisi. “Kami ingin mengakhiri korupsi di Nepal,” ujar Binu KC, seorang mahasiswa berusia 19 tahun, kepada BBC Nepali.
“Para pemimpin hanya menjanjikan satu hal selama pemilu, tetapi tidak pernah menepatinya. Mereka adalah penyebab dari begitu banyak masalah,” lanjutnya.
Banyak video viral menyoroti kesenjangan antara kehidupan rakyat biasa dengan anak-anak pejabat yang memamerkan barang mewah serta liburan mahal. Hal inilah yang menumbuhkan kebencian dari warga Nepal. Puncaknya, Ketika pemerintah sempat memblokir akses ke 26 platform media sosial, termasuk Facebook, YouTube, dan X. Namun setelah pencabutan larangan tersebut, video di TikTok-yang tidak sempat diblokir-justru menjadi wadah penyebaran pesan perlawanan yang kemudian berujung kerusuhan besar. (nw)