NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan pendapat resminya atas kasus kematian tragis jurnalis Newsway, Juwita (23), yang ditemukan meninggal dunia di tepi jalan Gunung Kupang, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada 22 Maret 2025.

Komnas HAM menilai kasus ini mengandung unsur pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan mendalam yang dilakukan lembaga tersebut.
Komnas HAM, sebagai lembaga mandiri setingkat lembaga negara lainnya, menjalankan fungsi pengkajian, pemantauan, dan mediasi HAM sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam kapasitasnya sebagai amicus curiae, Komnas HAM menyampaikan pendapat dalam perkara ini berdasarkan Pasal 89 ayat (3) huruf h UU HAM, yang memberi wewenang untuk memberikan opini resmi dalam perkara peradilan yang menyangkut pelanggaran HAM dalam masalah publik.
Dugaan Pembunuhan dan Kekerasan Seksual
Awalnya, kematian Juwita diduga akibat kecelakaan tunggal. Namun, hasil investigasi menunjukkan indikasi kuat pembunuhan, termasuk hilangnya identitas pribadi korban, ponsel, dompet, serta luka memar di leher. Penyelidikan mengarah pada dugaan keterlibatan Kelasi I Jumran, anggota TNI Angkatan Laut.
Komnas HAM mengungkapkan sejumlah temuan utama:
- Dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Jumran terhadap korban antara Desember 2024 hingga Januari 2025.
- Perencanaan pembunuhan oleh Jumran, yang disertai dengan penyewaan mobil, pengaturan pertemuan, dan upaya menutupi jejak.
- Kemungkinan keterlibatan pihak lain yang membantu pelaksanaan kejahatan.
- Tindakan kekerasan seksual sesaat sebelum korban dibunuh, yang didukung hasil visum menunjukkan adanya ejakulat dan robekan selaput dara.
Kronologi Lengkap dan Fakta Lapangan
Investigasi mengungkap kronologi yang cermat, didukung oleh rekaman CCTV, data GPS, dan kesaksian keluarga korban. Pada hari kejadian, korban diarahkan oleh pelaku untuk bertemu di lokasi tertentu.
Rekaman menunjukkan korban menaiki mobil hitam yang dikendarai pelaku. Rentang waktu keberadaan mobil di lokasi tertentu mengindikasikan terjadinya kekerasan seksual dalam kendaraan. Tak lama kemudian, korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa.
Jumran kemudian membangun alibi seolah berada di Balikpapan, mengirimkan ucapan duka, serta karangan bunga atas nama TNI AL. Ia juga menghilangkan barang bukti dan mencoba menyesatkan penyelidikan.
Analisis HAM: Pelanggaran Berat
Komnas HAM menyimpulkan bahwa unsur pelanggaran HAM dalam kasus ini telah terpenuhi. Tindakan Jumran secara melawan hukum menghilangkan hak hidup korban, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 dan berbagai instrumen hukum nasional serta internasional. Tindakan kekerasan seksual terhadap korban juga dinilai mencabut hak-hak perempuan yang dilindungi secara khusus oleh hukum.
Komnas HAM menekankan bahwa kasus ini menggambarkan relasi kuasa yang tidak setara antara pelaku dan korban. Dalam dinamika hubungan tersebut, korban berada dalam posisi lemah secara psikologis, yang membuatnya tidak berdaya menghadapi tekanan dan ancaman.
Komnas HAM Dukung Penegakan Hukum Berkeadilan
Komnas HAM menegaskan bahwa pendapat yang disampaikan bersifat independen dan tidak memihak, semata-mata untuk menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam proses peradilan. Hal ini sejalan dengan amanat UU Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan hakim menggali rasa keadilan masyarakat.
“Pemberian pendapat ini merupakan bagian dari peran proaktif Komnas HAM dalam mendukung proses penegakan hukum yang adil dan menjamin pemenuhan hak asasi manusia bagi korban dan masyarakat,” bunyi pernyataan resmi Komnas HAM.
Komnas HAM berharap pendapat ini dapat menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses peradilan dan mendorong semua pihak untuk bertindak sesuai tanggung jawab hukum dan moral masing-masing.