Menelisik Jejak Sejarah di Balik Rimbunnya Tahura Sultan Adam

Gerbang masuk Tahura Sultan Adam (Foto : ist/newsway.co.id)

Bagi masyarakat Kalimantan Selatan, nama Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam mungkin sudah tak asing lagi sebagai destinasi wisata alam yang sejuk dan asri. Namun, di balik keindahan dan ketenangannya, Tahura ini menyimpan segudang kisah sejarah yang panjang, jauh sebelum menjadi taman hutan raya yang dikenal saat ini.

Awal Mula: Hutan Pendidikan dan Jejak Belanda

Jauh sebelum menjadi pusat wisata, area yang kini kita kenal sebagai Tahura Sultan Adam dulunya adalah hutan pendidikan yang dikelola oleh Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Tanah ini, yang merupakan milik masyarakat, dipinjamkan melalui seorang tokoh bernama Kai Jahari. Pada masa itu, wilayah ini murni berfungsi sebagai hutan penelitian bagi para akademisi dan mahasiswa Unlam.

Plang menuju wisata yang ada di Tahura Sultan Adam (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Sekretaris Desa Mandingain Timur, Mahrus mengatakan, sejarah Tahura ini bisa ditarik lebih jauh ke belakang, hingga masa penjajahan Belanda. Sekitar tahun 1942-1943, kawasan ini sudah dikenal.

“Lokasinya yang tinggi dan berhawa dingin, terdapat sebuah gunung yang dinamakan Gunung Basar, yang digambarkan sebagai gunung paling ganas,” ucapnya.

Pada masa penjajahan, tempat ini difungsikan sebagai lokasi peristirahatan dan pengobatan, bahkan dilengkapi dengan tempat olahraga dan kolam renang yang memanfaatkan sungai dan pegunungan di sekitarnya.

“Bangunan-bangunan seperti pemandian dan benteng yang ada di atas bukit konon merupakan peninggalan Belanda, meskipun pekerjanya adalah masyarakat lokal pada masa penjajahan tersebut,” ujar Mahrus.

Sekretaris Desa Mandingain Timur, Mahrus (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Jalan yang membentang dari Simpang Tiga hingga ke dalam Tahura juga memiliki kisahnya sendiri. Jalan ini dibangun oleh warga masyarakat setempat, bahkan mendatangkan pekerja dari Benua Enam, dengan upah berupa rokok, beras, dan lauk-pauk. Kunjungan Ratu Belanda, Wihelmina, juga tercatat dalam sejarah kawasan ini, menambah daftar panjang tokoh penting yang pernah menginjakkan kaki di tanah Banjar ini.

Era Soeharto dan Kelahiran Nama “Tahura Sultan Adam”

Titik balik penting dalam sejarah kawasan ini adalah ketika Presiden Soeharto datang berkunjung. Mahrus mengatakn, meskipun tahun pastinya tidak disebutkan secara spesifik, kunjungan ini diperkirakan terjadi pada era 1980-an. Kedatangan Presiden Soeharto inilah yang kemudian menamai kawasan ini sebagai Tahura Sultan Adam, mengambil nama dari seorang pejuang Raja Banjar yang dihormati, Sultan Adam.

“Monumen peringatan kedatangan Presiden Soeharto pun didirikan di lokasi ini sebagai pengingat sejarah tersebut,” tuturnya.

Setelah masa penjajahan, hutan pendidikan yang dikelola ULM melalui Kai Jahari terus berlanjut, menjadi lokasi penting bagi para akademisi dan mahasiswa.

Monumen Tahura Sultan Adam (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Transformasi Menjadi Destinasi Wisata

Transformasi Tahura Sultan Adam menjadi destinasi wisata ditandai dengan kedatangan dua ekor gajah dari Lampung. Gajah-gajah ini didatangkan oleh pihak Dinas Kehutanan bekerja sama dengan masyarakat setempat, sebagai upaya untuk menarik lebih banyak pengunjung dan menandai awal mula pengembangan wisata di Tahura Sultan Adam.

Dalam perjalanannya, pengelolaan Tahura Sultan Adam mengalami dinamika. Sempat ada masa ketika pengunjung sepi dan kegiatan wisata meredup. Namun, kawasan ini kemudian direvitalisasi oleh pihak kehutanan.

Pemandian kolam belanda di Tahura Sultan Adam (Foto : ist/newsway.co.id)

Saksi Bisu Sejarah dan Cerita Rakyat

Selain sejarah panjang terkait pengelolaan dan nama, wilayah Tahura Sultan Adam juga kaya akan cerita rakyat dan jejak peristiwa sejarah kelam. Di masa lampau, area ini pernah menjadi tempat persembunyian gerombolan saat masa Ibnu Hadjar. Konon, masih ditemukan sisa-sisa peluru di beberapa lokasi sebagai saksi bisu masa rawan tersebut.

“Sebelum menjadi kawasan yang dikenal sekarang, daerah Mandiangin (bagian dari Tahura) dulunya memiliki kampung-kampung kecil seperti Kampung Aturan, Kampung Liang Bidawang, dan Kampung Guntung Silim, yang seringkali menjadi tempat persembunyian,” Jelas Mahrus.

Plang arah menuju bangunan sejarah di Tahura Sultan Adam (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Mahrus menekankan, sejarah ini untuk detail dan lengkapnya belum bisa dipastikan, karena keterbatasan informasi dan literasi yang diperoleh.

“Sejarah ini saya juga banyak mendapatkan dari beberapa sumber dari orang tua dahulu atau dari pejuang dulu, sekarang banyak yang telah meninggal dunia tokoh masyarat tersebut,” tutupnya.

Sejarah Tahura Sultan Adam adalah cerminan dari perjalanan panjang sebuah kawasan, dari hutan belantara yang menjadi saksi bisu penjajahan, kemudian bertransformasi sebagai pusat pendidikan, hingga akhirnya menjelma menjadi destinasi wisata yang penting di Kalimantan Selatan.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog

Kapolres Balangan AKBP Dr. Yulianor Abdi bersama Ketua Bhayangkari Cabang Balangan menyerahkan trofi, piagam, dan hadiah kepada para juara Turnamen Bola Voli Kapolres Balangan Cup 2025 di Paringin. (Foto: Humas Polres Balangan/newsway.co.id)