NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk Pilkada Banjarbaru karena dinyatakan inskonstusional oleh MK mendapatkan sorotan dari pengamat politik maupu akademisi.

Salah seorang pengamat politik Banua Nurkholis Majid secara tegas mengatakan bahwa keputusan MK merupakan kabar yang menggembirakan bagia dunaia politik lhuausnya Kota Banjarbaru.


Pasalnya memurut dia, keputusan MK tersebut memberikan isyarat bahwa demokrasi masih ‘waras’ dan tidak mudah dibajak oleh kelompok kepentingan yang ingin membelokkan kepentingam menjadi proses curang dan mudah dimanipulasi.

“PRnya adalah bagaimana mengawal PSU mendatanh, tentunya agar PSU benar-benar bermakna. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pemimpin Banjarbaru secara demokratis,” terangnya Senin (24/2/2025).

Namun, pengamat muda ini juga mempertanyakan apakah masyarakat Kota Banjarbaru masih percaya dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru yang dianggap telah melakukan kesalahan dalam proses Pilkada sebelumnya.
“KPU Banjarbaru sudah cacat dimata masyarakat, cacat dalam pengertian, bahwa integritas mereka dipertanyakan dan warga menunggu nasibnya ditentukan oleh DKPP,” tegasnya.
Bahkan menurut Majid, apabila PSU kembali diselenggarakan oleh jajaran KPU yang ada, ada kemungkinan masyarakat kurang dipercaya, maka berpotensi akan kembali menimbulkan masalah.
“Mestinya diganti komisioner KPU-nya, tetapi kan masih menunggu keputusan dari DKPP. PSU harus dikawal oleh seluruh elemen masyarakat. Baik itu masyarakat sipil, media, akademisi dan kelompok lainnya yang peduli dengan demokrasi,” tegasnya.
Sementara itu, salalhbseorang akademisi yang merupakan Dosen FISIP Unlam, Taufik Arbain turut merespin putusan MK tersebut.
“Saya kira semua pihak patut memberikan apresiasi dan menghormati hasil putusan MK terkait persoalan Pilkada Kota Banjarbaru 2024 lalu. Ada beberapa catatan penting dari putusan MK dalam menyiapkan dinamika politik Kota Banjarbaru 2025,” jelasnya.
Yang pertama menurutnya, semua pihak tentu wajib menghormati hasil putusan MK, dimana diperintahkan dilakukan PSU Pilkada Banjarbaru dalam 60 hari kedepan.
“Bahwa putusan ini adalah itikad baik pengulangan proses demokrasi ini yang akan mampu menghantar pilihan Kepala Daerah diserahkan kepada publik untuk dipilih nanti,” jelasnya.
Kedua, menurut Arbain, karena PSU dan paslon hanya 1 untuk melawan kotak kosong, dalam ruang demokrasi semua pihak pun harus menghormati hak-hak paslon dan tim dalam melaksanakan usaha-usaha mempengaruhi public mengajak untuk memilih paslon tersebut.
“Ini menurut saya hal penting ketika semua mau mengedepankan makna demokrasi bahwa adanya penghormatan terhadap usaha paslon menjadi peserta Pilkada. Ujian memaknai demokrasi adalah ketika masyarakat dan para aktor mampu menghormati proses demokrasi dan memberikan kedamaian prosesnya,” ungkapnya.
“Tentu tantangan demokrasi akan memungkinkan adanya framing-framming liar yang mengganggu proses demokrasi itu sendiri. Disinilah ketika makna demokrasi dihadirkan kuat untuk menjawab cacat pelaksanaan pilkada, maka makna demokrasi juga dihadirkan kuat saat proses demokrasi pada PSU nanti,” tambah akademisi yang juga menjabat Ketua Dewan Kesenian Kalimantan Selatan ini.
Bahkan menurut dia, proses pengawasan penting tidak sekadar pada usaha-usaha yang dilakukan paslon, tetapi pengawasan juga pada pihak-pihak yang melakukan framming liar mengganggu proses demokrasi.
“Saya kira terrmasuk pihak KPUD dan Bawaslu harus kembali ke titik khittah fungsi sebagai penyelenggara dan wasit dalam pilkada,” tandas doktor keluaran UGM Yogyakarta ini.