NEWSWAY.ID, BANJARBARU – Persoalan administrasi Hotel Aerea audah menemui titik terang seusai audiensi dengan Wali Kota Banjarbaru, HM Aditya Mufti Ariffin dan beberapa Dinas terkait beberapa waku lalu, namun ternyata ada peraoalan baru yang muncul dengan keberadaan hotel tersebut.

Muncul bau tidak sedap dirasakan aejumlah warga namun hanya dalam waktu tertentu, indikasinya bau tersebut berasal dari Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Hotel.

Saalah seorang warga sekitar yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan memangbl pernah mencium aroma tidak sedap semacam bau peceren.

“Awal mula mengira itu bau bangkai, tapi ketika kami cari bangkainya tidak ada,” ucapnya.

Ia juga menyebut, bau tidak sedap itu tercium tidak setiap saat, hanya disaat-saat tertentu saja.
“Kadang-kadang bau, kadang-kadang tidak,” jelasnya.
Warga lainnya yang berjualan disekitaran hotel juga menyampaikan hal sama, ia mengaku sering mencium bau tidak sedap tersebut.
“Kebiasaan bau sangat terasa habis subuh,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan kalau aroma tidak sedap sudah tercium sebelum soft opening dilakukan pihak manajemen hotel.
“Sudah lumayan lama sih baunya,” ucap warga RT 09 Amaci tersebut.
Keterkaitan bau yang terindikasi dari Aeris Hotel, Kepala Dinas Lingkungan (DLH) Banjarbaru, Sirajoni buka suara.
Ia menjelaskan adanya bau itu dikarenakan akumulasi minyak, lemak, dan sabun, sebab untuk mencuci perabot di dapur terdapat lemak dari minyak.
“Seharusnya sebelum dibuang, kotoran berupa lemak masuk ke dalam grease strap (penyaring lemak, red). Penyaring di dapur mesti dipisah dari MCK. Setelah dipisah, nantinya limbah yang ada akan masuk ke resapan,” jelasnya, Kamis (30/5/2024).
Ia juga menegaskan kalau grease trap dari pantri langsung masuk ke IPAL, Joni mengatakakn kalau terjadi bau ada kemungkina rusak IPAL-nya.
“Sebab lemak yang dihasilkan minyak itu bersifat menginjat, pasti memengaruhi kinerja bakteri pengurai limbah,” tambahnya.
Sirajoni juga menyampaikan ada beberapa kemungkinan terjadi, pertama, terkait perlakuan operator terhadap IPAL dan kedua, fungsi IPAL yang tak mumpuni atau tidak bagus.
“Kami juga sudah bertemu dengan manajemen Hotel Aeris. Saat pertemuan kami sarankan untuk diperiksa IPAL,” katnya.
Bahkan menurut dia manajemen hotel disarankan menghitung volume ketersediaan IPAL.
“Harusnya jumlah kamar yang ada harus seimbang dengan daya tampung IPAL artinya harus balance,” jelasnya.
Secara detail ia mengatakan bahwa asumsi pakai literatur kalau 500 orang per liter dalam 24 jam dan terisi 10 kamar, berarti totalnya 5.000 liter.
“Berarti IPAL-nya harus 7 kubik ada masa tinggalnya 2 kubik. Kalau okupansi kamar kurang sepertinya IPAL-nya masih mampu menampung. Kalau 80 kamar terisi akan gelagapan,” imbuhnya.
Untuk itu DLH Banjarbaru mewajibkan adanya perubahan dokumen, manajemen diwajibkan melakukan perubahan dokumen berdasarkan adanya perubahan regulasi yang terjadi.
“Karena awalnya memakai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan berubah jadi PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka sebelum Grand Opening, IPAL ini diharapkan sudah tidak ada persoalan,” turupnya.