Pilar Bercahaya dari Martapura: Kisah Empat Tiang Ulin Masjid Al-Karomah yang Melegenda

Masjid Agung Al Karomah Martapura (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Di jantung Kota Martapura, Kalimantan Selatan, berdiri megah Masjid Al-Karomah, sebuah mahakarya arsitektur Islam yang juga menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah dan spiritualitas. Namun, di balik kemegahannya saat ini, tersimpan sebuah narasi heroik dan mistis yang menjadi pondasi berdirinya masjid bersejarah ini.

Kisah ini berpusat pada empat tiang ulin raksasa, yang menurut berbagai sejarah, bukan sekadar kayu biasa, melainkan pilar yang memancarkan cahaya, diusung oleh seorang ulama karismatik bernama Datu Landak.

~ Advertisements ~
Mimbar masjid yang bertahan dari masjid berdiri hingga sekarang (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Jejak Sang Datu dan Sayembara yang Menantang

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Kisah luar biasa ini bermula pada tahun 1863, jauh sebelum Masjid Al-Karomah berdiri dalam bentuknya yang kita kenal sekarang. Saat itu, Syeikh Muhammad Afif bin Anang Mahmud Al Banjari, yang lebih dikenal dengan sebutan Datu Landak, menyanggupi sebuah sayembara menantang yang diadakan oleh Pangeran Hidayatullah II (Gusti Andarun).

Tantangannya tidak main-main yaitu mengambil empat batang kayu ulin raksasa dari pedalaman Barito, Kalimantan Tengah, sebuah wilayah yang dikenal sulit dijangkau.

~ Advertisements ~

Muhammad Hilmi Karim Afif, salah seorang buyut Datu Landak yang juga juru kunci makam sang Datu, menceritakan kisah ini dengan penuh penghayatan.

“Datu Landak masuk ke dalam hutan yang saat itu dikuasai oleh masyarakat Dayak,” ujar Kai Afif, sapaan akrabnya.

Foto sejarah pembangunan Masjid Agung Al Karomah Martapura (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Kesaktian dan Cahaya dari Pedalaman
Untuk dapat mengambil kayu ulin tersebut, Datu Landak harus menghadapi persyaratan khusus dari masyarakat Dayak setempat.

“Masyarakat Dayak yang menguasai wilayah itu mengizinkan Datu Landak untuk mengambil kayu ulin yang diinginkan dengan syarat Datu Landak harus beradu kesaktian dan mengalahkan mereka,” jelas Kai Afif.

Dengan keteguhan hati dan spiritual yang tinggi, Datu Landak menerima tantangan itu. Adu kesaktian pun terjadi, dan pada akhirnya, Datu Landak berhasil mengalahkan mereka, membuat masyarakat Dayak mengakui kesaktian dan kesabarannya.

Tempat imam pertama Masjid Jami Martapura sebelum diperbesar dan menjadi Masjid Agung Al Karomah Martapura (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Yang lebih menakjubkan lagi, beberapa sejarah menyebutkan bahwa kayu ulin yang diinginkan Datu Landak bukanlah kayu biasa.

“Menurut sebagian cerita, kayu ulin yang diinginkan Datu Landak ini memiliki cahaya. Atas izin Allah, Datu Landak mencabut pohon ulin yang begitu besarnya itu dengan tangan kosong,” tuturnya.

Sebuah gambaran yang melampaui logika, menunjukkan karamah dan kekuatan spiritual yang luar biasa yang dianugerahkan kepada Datu Landak.

Foto Syeikh Muhammad Afif bin Anang Mahmud Al Banjari, yang lebih dikenal dengan sebutan Datu Landak (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Perjalanan Panjang dan Kejutan di Martapura

Setelah berhasil mencabutnya, Datu Landak membawa keempat batang kayu ulin tersebut dengan cara melarutkannya di aliran Sungai Martapura. Perjalanan ini memakan waktu yang sangat lama, hingga membuat pihak keluarga di Martapura sempat mengira Datu Landak telah meninggal dunia.

“Waktunya tidak singkat, sampai pihak keluarga menganggap Datu Landak telah kembali ke pangkuan sang pencipta,” kata Kai Afif.

Foto Masjid Agung Al Karomah Martapura yang dulunya bernama Masjid Jami Martapura pada tahun 1315 Hijriah (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Namun, berdasarkan cerita turun temurun yang telah diceritakan, Kai Afif mengatakan setelah dianggap Datu Landak ini sudah kembali ke sang pencipta, Datu Landak tiba-tiba kembali.

“Menurut kisah, pihak keluarga terkejut saat Datu Landak hadir di acara haul pertama dengan dandanan seperti orang pedalaman dan membawa kayu ulin tersebut,” ujarnya.

Tampak dekat empat pilar ulin di dalam Masjid Agung Al Karomah Martapura (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Fondasi Abadi Masjid Al-Karomah

Empat tiang ulin setinggi 25 meter ini kemudian menjadi struktur inti dan pilar utama dalam pembangunan Masjid Jami, nama awal Masjid Al-Karomah.

Pembangunan masjid ini dimulai pada 10 Rajab 1315 Hijriyah, yang bertepatan dengan 5 Desember 1897 Masehi. Awalnya, masjid ini dibangun dengan struktur utama dari kayu ulin dan atap sirap, mencerminkan kekayaan alam dan kearifan lokal pada masa itu.
Seiring berjalannya waktu, Masjid Jami mengalami berbagai renovasi dan pengembangan.

Empat pilar ulin di dalam Masjid Agung Al Karomah Martapura (Foto : Muhammad Ervan Ariya Ramadani/newsway.co.id)

Kini, Masjid Agung Al-Karomah Martapura berdiri megah dengan arsitektur khas Timur Tengah, menjadi pusat kegiatan keagamaan dan simbol kebanggaan masyarakat Banjar.

Namun, di balik kemegahan modernnya, kisah Datu Landak dan empat tiang ulin bercahaya akan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan spiritualitas masjid ini, mengingatkan kita akan dedikasi, ketangguhan, dan karamah para pendahulu.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog