NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menjadi sorotan karna Hanya Suara Pasangan Calon (Paslon) 01 Halaby-Wartono yang dianggap sah.


Hal ini terjadi karena seluruh suara yang diberikan kepada Paslon 02 Muhammad Aditya Mufti Arifin-Said Abdullah dinyatakan tidak sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru.



Paslon 02 sebelumnya telah didiskualifikasi oleh KPU Banjarbaru pada 31 Oktober 2024. Namun, nama mereka tetap tercantum dalam surat suara, yang menimbulkan kontroversi.

Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menyebut bahwa situasi ini dapat dianggap melanggar konstitusi jika dibiarkan.

“Seharusnya, jika hanya terdapat satu paslon dalam Pilkada, opsi kolom kosong harus disediakan sesuai aturan, jika dibiarkan, maka Pilkada Banjarbaru adalah inkonstitusional,” ujarnya, Jumat (29/11/2024).
Titi menilai keputusan KPU Banjarbaru bertentangan dengan asas pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Selain itu, kebijakan ini melanggar Pasal 54C ayat (1) dan (2) UU No. 10/2016 yang mengatur bahwa jika hanya ada satu paslon, maka wajib menyediakan opsi kolom kosong di surat suara.
“KPU Banjarbaru seharusnya menunda pemilu dan menggelar pemungutan suara lanjutan dengan menyediakan opsi kolom kosong. Namun, KPU memilih melanjutkan pemilu tanpa mematuhi rekomendasi Bawaslu,” tambahnya.
Komisioner KPU RI, Idham Holik, mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta KPU Kalsel untuk mengkaji persoalan hukum terkait diskualifikasi Paslon 02.
“KPU RI telah berkirim surat kepada KPU Kalsel untuk melakukan kajian hukum. Informasi yang kami terima, rekomendasi Bawaslu telah disampaikan kepada KPU Kalsel dan diteruskan ke KPU Banjarbaru,” jelas Idham di kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Idham menambahkan bahwa berdasarkan PKPU No. 17 Tahun 2024, KPU RI hanya memiliki kewenangan monitoring dan pembinaan dalam kasus ini.
Situasi ini memicu kekhawatiran akan legitimasi Pilkada Banjarbaru. Jika keputusan KPU Banjarbaru dianggap melanggar hukum, maka hasil pemilu berpotensi digugat.
Pengamat dan masyarakat kini menunggu langkah KPU dan Bawaslu untuk menyelesaikan polemik ini secara hukum dan adil.