NEWSWAY.ID, BANJARBARU -Wali kelas (RW) dan NW Tante korban dugaan kekerasan di rumah tangga, menjadi saksi di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kamis (4/4) pukul 10.00 wita.


RW, Guru sekaligus Wali kelas korban menyatakan, RM selaku korban merupakan murid yang pintar.



Bahkan lanjut RW, korban bisa saja memperoleh peringkat/ranking 1 di kelas.

Namun, dikarenakan korban sempat beberapa kali tidak masuk sekolah dan jarang menyelesaikan PR tepat waktu, maka korban hanya memperoleh ranking 3.

Saksi RW melanjutkan, sudah tahu kalau Korban tinggal bersama orang tua angkatnya.
Tetapi, ada wali murid yang berinisial L memberitahukan bahwa RM telah menjadi korban kekerasan dari orang tua angkatnya.
Seusai menerima informasi itu, RW bersama Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBPMPAA) Kota Banjarbaru memanggil korban untuk menanyakan dugaan kekerasan yang menimpa RM.
RW pun membenarkan jika RM memiliki bekas luka di bagian tubuhnya.
“Sebelumnya ada beberapa temannya yang memfoto bekas luka di punggng, kaki, dan pinggangnya (korban RM-red),” terang RW.
Sementara, saksi NW yang merupakan tante korban, ia mengetahui keponakannya menjadi korban kekerasan, setelah menerima langsung DM (Direct Message) aplikasi Instagram dari RM.
“Intinya keponakan saya sudah tidak kuat hidup bersama orang tua angkatnya, karena sering mengalami kekerasan, serta ingin pergi dari rumah tersebut,” cetus NW.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarbaru, Riza Pramudya Maulana dan Dian S Amajida juga menghadirkan seorang ahli dalam persidangan tersebut.
Ahli psikolog RSUD Idaman Banjarbaru Sabrina Mahfoed yang di hadirkan JPU menyatakan, berdasarkan hasil 2 kali assessment korban RM didiagnosa dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) adanya Post Traumatic Disorder yaitu korban mengalami trauma psikis dan fisik.
Ahli mendapati bekas luka memar pada tubuh korban, yang diduga luka tersebut merupakan hasil dari benda tumpul.
Ahli menerangkan bahwa untuk anak seusia korban tidak memiliki motif atau tujuan lain untuk menceritakan apa yang dialaminya kecuali benar anak tersebut dalam pengaruh tekanan.
“Korban memiliki bekas luka memar pada tubuh,” terang Sabrina Mahfoed.
Terdakwa Anita Pebrianti Sri Mulyono yang hadir langsung di persidangan bersama penasihat hukumnya, menyatakan menolak semua keterangan Ahli serta saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum.
Terdakwa Anita Pebrianti Sri Mulyono sendiri, diduga melanggar pasal 44 ayat 1 Jo pasal 5 huruf a Undang-undang Nomor 23 tahun 2004, tentang penghapusan kekerasan dalam lingkup rumah tangga atau pasal 80 Jo pasal 76 C Undang-undang Nomor 35 tahun 2014, tentang perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak.