Sebuah Pengalaman Unik bagi Guru Bahasa Jepang: Menyelami Tradisi Masyarakat Adat Bonokeling

by
23 November 2025
Salah seorang shein sei saat belajar menenun. (Foto : Suho/newsway.co.id)

Di sudut Banyumas, tepatnya di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, berdiri sebuah komunitas adat yang telah ratusan tahun mempertahankan kearifan lokalnya. Masyarakat adat Bonokeling, dengan tradisi yang terjaga kuat dari generasi ke generasi, kembali membuka pintu mereka bagi tamu istimewa: para guru bahasa Jepang atau Sein Sei. Kunjungan ini bukan sekadar wisata budaya, tetapi perjalanan batin yang menyentuh, mempertemukan dua peradaban dalam hangatnya interaksi kemanusiaan.

Pagi itu, para Sein Sei disambut dengan hangat oleh para pemuda dan pemudi adat Bonokeling yang dipimpin oleh Darno dan rekan-rekannya. Dengan pakaian tradisional, mereka menyapa para tamu dengan ramah, mengajak para Sein Sei memasuki lingkungan yang sarat sejarah dan filosofi hidup.

~ Advertisements ~

Di balai adat yang sederhana namun penuh wibawa, para Sein Sei mendengarkan penjelasan tentang akar budaya Bonokeling—tentang penghormatan pada leluhur, kebersamaan, serta nilai kesederhanaan yang menjadi napas kehidupan masyarakat adat.

~ Advertisements ~

Salah satu momen paling berkesan bagi para tamu dari Jepang adalah ketika mereka diperkenankan mengenakan busana tradisional adat Bonokeling. Kain-kain yang dililitkan oleh tangan-tangan terampil para perempuan adat bukan hanya aksesoris, tetapi simbol penghormatan kepada budaya yang mereka masuki.

~ Advertisements ~

Para Sein Sei tampak terpukau oleh ragam motif kain, warna-warna bumi, hingga filosofi yang menyertainya. Beberapa bahkan meminta penjelasan lebih jauh tentang makna tiap motif yang mereka kenakan.

Belajar Menenun: Mengurai Benang, Merajut Makna

~ Advertisements ~

Kunjungan kemudian membawa para Sein Sei ke salah satu rumah pengrajin tenun. Di sana, suara hentakan alat tenun tradisional menyambut mereka—ritmis, seolah memanggil siapapun untuk mendekat dan mengamati.

Para Sein Sei diajak duduk, mencoba memegang gulungan benang, dan mencoba menggerakkan alat tenun dengan arahan pengrajin. Tawa kecil terdengar ketika mereka berusaha mengatur irama tenunan, namun justru menghasilkan pola yang tak beraturan. Meski begitu, raut wajah mereka menunjukkan kekaguman yang besar.

Sang pengrajin lalu menjelaskan proses panjang pembuatan kain: dari memintal kapas, mengolah benang, hingga akhirnya menjadi selembar kain yang sarat makna budaya.

“Ini tidak hanya pekerjaan tangan, tapi juga pekerjaan hati,” ujar salah seorang pengrajin.

Para Sein Sei mengangguk lirih—seolah memahami bahwa yang mereka saksikan bukan sekadar kerajinan, tetapi seni yang menyatu dengan jiwa masyarakat adat.

Kehidupan Sehari-hari yang Mengalir Tenang

Tak berhenti di tenun, para Sein Sei juga diajak melihat kegiatan keseharian masyarakat adat Bonokeling. Ada yang sedang mempersiapkan hajatan, membersihkan halaman, menyiapkan sesaji, hingga mengolah hasil panen di ladang.

Para tamu Jepang itu bahkan sempat mencoba memanen sayuran dan berdiskusi langsung tentang pola tanam tradisional yang dijalankan masyarakat selama puluhan tahun.

Ada keheningan yang indah. Para Sein Sei seperti menemukan ruang baru untuk memahami bahwa kebudayaan tidak hanya dipelajari di buku—tetapi dirasakan melalui tangan, mata, dan interaksi manusia.

Pertemuan Dua Budaya, Saling Menghargai

Acara hari itu ditutup dengan perbincangan hangat di serambi rumah adat. Para pemuda adat Bonokeling mengungkapkan kebanggaan mereka dapat memperkenalkan tradisi leluhur kepada tamu asing.

“Kami sangat senang dapat memperkenalkan tradisi budaya kami kepada para Sein Sei. Semoga hubungan Indonesia–Jepang semakin kuat, dan budaya Bonokeling semakin dikenal dunia,” terang salah seorang tetuha adat Bonokeling.

Para Sein Sei pun tak kalah terharu. Salah satu dari mereka menyampaikan rasa syukur dan kekagumannya.

“Ini pengalaman yang tidak akan kami lupakan. Kami belajar banyak tentang kehidupan dan nilai-nilai yang dijaga masyarakat Bonokeling. Kami akan membagikan cerita ini kepada masyarakat kami di Jepang,” terang salah satu Sein Sei.

Lebih dari Sekadar Kunjungan

Kunjungan ini bukan sekadar pertemuan budaya, tetapi jembatan emosi yang mempertemukan dua bangsa melalui nilai kemanusiaan. Masyarakat adat Bonokeling menunjukkan kepada dunia bahwa tradisi bukan sekadar warisan—melainkan cara hidup yang terus memberi makna.

Dan bagi para Sein Sei, hari itu menjadi catatan perjalanan yang mungkin akan mereka kenang seumur hidup.

Perjumpaan sederhana, tetapi mengubah cara mereka melihat Indonesia—dari layar buku, kini menjadi pengalaman nyata.

Penulis : Suho

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog