NEWSWAY.ID, JAKARTA – Belakangan ini, ramai dibicarakan tentang “susu ikan” yang disebut-sebut menjadi alternatif pengganti susu sapi dalam program makan gratis. Namun, ternyata susu ikan ini bukanlah konsentrat melainkan hasil dari proses hidrolisat.

Budi Sulistyo, Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengungkapkan bahwa penelitian tahun 2017 telah menemukan hidrolisat protein ikan (HPI), yang kini digunakan untuk produk seperti susu ikan.


Produk-produk lain yang juga dihasilkan dari HPI ini meliputi cookies, cilok, kue sus, dan beberapa jenis makanan lainnya.

“Susu ikan resmi diluncurkan pada 2023 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, bersama Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki,” jelas Budi.

Ekowati Chasanah, peneliti dari Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, menjelaskan bahwa susu ikan dibuat melalui hidrolisat protein ikan yang telah diolah secara enzimatis, sehingga proteinnya mudah diserap tubuh.
Meskipun demikian, Epi Taufik, dosen Fakultas Peternakan IPB, mengingatkan bahwa susu ikan tidak masuk dalam kategori “susu” berdasarkan standar internasional.
“Susu yang diakui harus berasal dari mamalia seperti sapi atau kambing, bukan dari ekstrak ikan,” ungkap Taufik.
Ia juga menyarankan agar ikan lebih baik diolah menjadi makanan biasa, seperti digoreng atau dibakar, daripada diolah menjadi “susu”.
Dengan demikian, meskipun inovasi ini menarik, masih ada perdebatan mengenai apakah susu ikan dapat dianggap sebagai pengganti susu sapi atau kambing dalam program makanan.