Tim Hukum Hanyar Resmi Laporkan KPU Kalsel ke DKPP RI, Ini Tanggapan Ketua KPU Kalsel

by
14 Mei 2025
Perwakilan Tim Hukum Hanyar saat lapor ke DKPP RI. (Foto : ist/newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, JAKARTA – Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru resmi melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU);Provinsi Kalimantan Selatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI).

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Menurut salah satu Tim Hukum Hanyar, Prof Denny Indrayana mengatakan laporan dilakukan karena KPU Provinsi Kalimantan Selatan diduga kuat mengkriminalisasi pengurus Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan (LPRI Kalsel).

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

“Laporan itu kami sampaikan pada Rabu, 14 Mei 2025, Pukul 10.39 WIB, dan teregistrasi dengan nomor aduan 153/01-14/SET-02/V/2025,” terang Denny.

~ Advertisements ~

Tim Hukum Hanyar menilai bahwa Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Banjarbaru yang diselenggarakan pada 19 April 2025 telah dicemari dengan tindakan para terlapor, in casu KPU Provinsi Kalimantan Selatan, yang sangat amat menyimpang dari Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

~ Advertisements ~

“Para terlapor yang seyogyanya memegang teguh prinsip integritas, kemandirian, kepastian hukum, adil, profesional, dan kepentingan umum dalam PSU Kota Banjarbaru. Termasuk di dalamnya menangani dugaan pelanggaran, justru telah melanggar dengan perilaku yang diduga kuat bertentangan dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu,” tegasnya.

Secara garis besar menurut Denny terdapat dua poin aduan yang diajukan oleh Para Pelapor terhadap Ketua dan Anggota KPU Provinsi Kalimantan Selatan.

“Dua poin itu adalah, KPU Provinsi Kalimantan Selatan gagal paham makna Pemantauan dan Perhitungan Cepat serta bertindak melampaui kewenangannya demi kepentingan tertentu. Berkenaan dengan tindakan KPU Provinsi Kalimantan Selatan yang salah menafsirkan ketentuan-ketentuan hukum dan fakta pada duduk perkara, Tim Hukum Hanyar (selaku Kuasa Hukum LPRI Kalsel) menilai KPU Provinsi Kalimantan Selatan sebagai Para Terlapor) keliru memahami definisi Quick count dan Pemantauan, sehingga secara sepihak mencabut status LPRI sebagai lembaga pemantau melalui Keputusan Nomor 74 Tahun 2025 tentang Pencabutan Status Dan Hak Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (DPD-LPRI) Provinsi Kalimantan Selatan Sebagai Lembaga Pemantau Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru Tahun 2024, yang ditetapkan pada hari Jum’at tanggal 9 Mei 2025 (Keputusan KPU 74/2025),” jelasnya.

Ia menambahkan pencabutan tersebut bahkan dijadikan dasar untuk menggugurkan legal standing LPRI Kalsel dalam permohonan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi.

Lebih lanjut, Tim Hukum Hanyar menilai langkah KPU Provinsi Kalimantan ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017.

“KPU Kalsel dianggap tidak objektif, tidak akurat dalam mengkaji laporan, serta tidak memberi ruang klarifikasi kepada pihak LPRI Kalsel. Tim Hukum Hanyar menyerukan agar publik dan pihak berwenang mengawasi proses ini secara kritis dan objektif, serta memastikan penyelenggara Pemilu tidak bertindak melampaui kewenangannya demi kepentingan tertentu,” tambahnya.

Sementara itu M Pazri yang juga anggota Tim Hukum Hanyar menambahkan keputusan KPU Provinsi Kalimantan Selatan mengenai pencabutan status dan hak lembaga pemantau LPRI patut diduga kuat mengandung konflik kepentingan untuk mencekal sengketa hasil PSU Pemilukada Banjarbaru ke Mahkamah Konstitusi.

“Tim Hukum Hanyar menyayangkan pencabutan akreditasi mereka sebagai lembaga pemantau oleh KPU Kalsel, yang dinilai memiliki keterkaitan langsung dengan upaya menggugurkan legal standing LPRI di MK. Hal ini dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh KPU Kalsel untuk mengamankan posisi mereka dalam sengketa di MK,” ucapnya.

Ia menduga ada kepentingan KPU Kalsel semakin diperkuat oleh pernyataan Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan yang mengindikasikan harapan agar tidak ada sengketa di MK, serta pernyataannya yang menyebut LPRI Kalsel otomatis tidak memiliki legal standing pasca pencabutan akreditasi.

“Tim Hukum Hanyar juga mengkritik tindakan KPU Provinsi Kalimantan Selatan yang dinilai tidak objektif dan tidak adil, karena menilai laporan pemantauan secara sepihak tanpa melakukan verifikasi fakta-fakta penghitungan suara berdasarkan C Hasil yang dilakukan oleh LPRI Kalsel yang diperoleh dari 403 TPS dalam PSU Pemilukada Banjarbaru,” tegasnya.

Hal ini menurut Pazri dianggap sebagai pelanggaran terhadap kode etik penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, termasuk ketidakjujuran, penyalahgunaan wewenang, serta kurangnya akurasi dan objektivitas dalam proses pengambilan keputusan.

“Dalam hal ini, LPRI Kalsel bersama Tim Hukum Hanyar menyerukan perlunya penegakan kode etik dan transparansi dalam penyelenggaraan pemilu demi menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Dari serangkaian tindakan yang dilakukan oleh KPU Provinsi Kalsel di atas, sebenarnya memiliki maksud dan niat yang kuat, yaitu ingin mencekal LPRI dalam proses sengketa hasil Pemilukada di Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Dalam laporannya, Tim Hukum Hanyar sangat berharap kepada Yang Mulia Majelis DKPP agar tidak hanya melihat PSU Kota Banjarbaru dari sudut pandang legalistik yang kaku, namun lebih jauh dan lebih luas sehingga dapat menjangkau konteks prinsip penyelenggaraan Pemilu Luber dan Jurdil.

Di sisi lain, Ketua KPU Kalimantan Selatan, Andi Tenri Sompa saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp mengatakan, terkait pelaporan Tim Hanyar, itu merupakan hak konstitusional individual atau lembaga termasuk LPPRI.

“Kita lihat, apakah isi aduannya serta merta betul, tentunya fakta sidang yang akan membuktikan. Yang pasti KPU Kalsel mengambil Keputusan berdasarkan UU dan peraturan yang berlaku. Sah-sah saja jika mereka mau melaporkan, itu adalah bagian dari dinamika demokrasi,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog