NEWSWAY.CO.ID, YOGYAKARTA – Aksi unjuk rasa besar-besaran di Yogyakarta yang sempat dikhawatirkan ricuh, ternyata berlangsung damai, Senin (1/9/2025).

Massa yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum bisa menyampaikan aspirasi dan tuntutannya dengan tertib di dua lokasi, yakni Bundaran UGM dan Kantor DPRD DIY.
Pengamat politik di Yogyakarta, Assoc Prof Dr Edwi Arief Sosiawan SIP MSI CIIQA CIAR CPM (Asia) angkat bicara terkait hal ini.
Dihubungi newsway.co.id, Selasa (2/9/2025), dosen senior di UPN Veteran Yogyakarta tersebut menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para mahasiswa. Mereka dinilai menunjukkan sikap dewasa, kritis, dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai akademik dalam penyampaian aspirasi.
“Aksi damai ini menjadi bukti bahwa mahasiswa mampu menjadi teladan demokrasi yang sehat. Mereka memegang penuh panggung orasi, menyusun narasi tuntutan dengan gaya bahasa lugas, idealis, namun terukur, serta mampu mengartikulasikan keresahan publik menjadi pesan yang mudah dipahami,” kata Edwi.
Para mahasiswa, lanjutnya, secara sadar membangun citra bahwa unjuk rasa adalah ruang belajar kolektif untuk duduk bersama tanpa merusak fasilitas, serta melibatkan warga sipil. Hal ini mengurangi stigma anarkis yang biasanya dilekatkan pada aksi demonstrasi.
“Bahkan, para mahasiswa juga lah yang membuat aturan demo dan menggaungkan di media sosial dengan menekankan aksi damai. Sebab, aksi anarkis dan penjarahan justru menurunkan legitimasi mereka,” tegas Edwi.
Di sisi lain, Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta ini juga menilai adanya sosok yang sangat berperan dalam menjaga situasi tetap aman, damai dan kondusif. Peran sosok ini sangat signifikan karena mampu menjadi jangkar psikologis bagi warga Yogyakarta.
“Beliau adalah Ngarso Dalem, Gubernur DIY Sri Sultan HB X,” ungkap Edwi.
Kehadiran Sultan, baik secara langsung maupun melalui pernyataan yang tersebar luas di media, menjadi jangkar psikologis bagi warga Yogyakarta, termasuk mahasiswa. Sosok Raja Ngayogyakarta Hadiningrat ini pun masih sangat dihormati dan disegani oleh warganya.
“Selama ini, beliau selalu mengungkapan narasi yang menenangkan. Masyarakat sepakat untuk nderek dhawuh Sultan,” ucap Edwi.
Saat terjadi kericuhan dalam unjuk rasa di Mapolda DIY sebelumnya, Sultan dengan tenang datang tanpa pengawalan. Sebagai pemimpin daerah, ia mengajak massa untuk berdialog, menyampaikan aspirasi melalui dirinya dan berjanji akan diteruskan ke pusat. Usai kedatangan Sultan, massa menjadi terkendali dan membubarkan diri.
Dalam kesempatan ini, Edwi juga menyoroti peran Pemerintah DIY serta aparat TNI-Polri dalam melakukan pendekatan preemtif melalui dialog terbuka dengan perwakilan mahasiswa dan organisasi masyarakat. Saat unjuk rasa berlangsung, pengamanan juga dilakukan tidak terlalu ketat, menjadi representasi dari pendekatan humanis dan bukan represif.
“Terakhir, peran media sosial tidak bisa diabaikan. Berbagai hashtag #DemoYogyaKondusif dan #YogyaDamai didominasi oleh pesan-pesan perdamaian. Selain itu, media mainstream juga melaporkan secara berimbang, menghindari sensasionalisme yang dapat memicu kepanikan,” pungkas Edwi.
Sebagai informasi, aksi unjuk rasa besar-besaran pada Senin (1/9/2025) sempat dikhawatirkan ricuh, mengingat adanya korban jiwa dalam demonstrasi di Mapolda DIY sebelumnya. Sebagai upaya antisipasi, sejumlah sekolah mengeluarkan kebijakan BDR, perkuliahan di beberapa kampus dilakukan daring serta PKL dan toko-toko di kawasan Malioboro memilih tutup. Namun yang terjadi, aksi unjuk rasa justru berlangsung damai dan tertib. (nw)