Usaha Keramba Jaring Apung Banjarmasin Dibalik Ancaman Perubahan Iklim

28 Juli 2025
Ilustrasi ikan mati akibat perubahan iklim di Keramba Jaring Apung. (Foto: Fahmi/newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BANJARMASIN – Sebagai kota berjuluk Seribu Sungai, tak ayal jika sektor perikanan menjadi salah satu andalan bagi Kota Banjarmasin.

Hal itu dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang menekuni usaha di bidang perikanan salah satunya Pembudidaya Ikan (Pokdakan).

Menurut Data Lembaga Kelompok Pelaku Utama Binaan Bidang Perikanan Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Banjarmasin, Kelompok Pokdakan berjumlah 88 kelompok dengan 1363 orang.

Salah satu spesifikasi Pokdakan binaan DKP3 Kota Banjarmasin adalah Keramba Jaring Apung (KJA) yang terletak di Kelurahan Banua Anyar, Kecamatan Banjarmasin Timur.

Ketua Pokdakan KJA, H Muhammad Nabhan menjelaskan, KJA miliknya adalah budidaya yang berfokus pada pembesaran ikan.

“Biasanya dari beli bibit kita ukuran 68 standar lah ukuran saringannya itu dibesarkan sampai usia mungkin sekitar 5-6 bulan baru bisa dipanen,” kata Nabhan kepada newsway.co.id, pada Kamis (24/7/2025).

Kemudian Ia menambahkan, adapun jenis ikan yang dibesarkan adalah Bawal dan Patin sebab menyesuaikan lokasi sungai.

“Ikannya yang banyak sih Bawal dan Patin karena cocok untuk di sungai Banua Anyar ini,” ungkap Nabhan.

Bisnis KJA sendiri menurutnya sangat potensial seiring meingkatknya keperluan pasar dan kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi ikan.

Berdasarkan data Angka Konsumsi Ikan (AKI) Kota Banjarmasin di tahun 2023 berada di angka 64 kg yang mana jumlah ini mengalami kenaikan dibanding tahun 2022 yakni 62,41 kg.

Tampak H Muhammad Nabhan saat melakukan aktivitas di KJA miliknya. (Foto: Fahmi/newsway.co.id)

Dalam periode tersebut, Kota Banjarmasin memiliki jumlah penduduk sebanyak 723,492 orang dengan kebutuhan ikan sebesar 46,498 ton.

Kendatipun demikian, di balik semua potensi tersebut ada satu ancaman yang dikhawatirkan oleh pelaku usaha KJA ini tidak lain adalah perubahan iklim.

Tentunya kita tidak lupa dengan musibah di tahun 2024 yang mana ada puluhan ton ikan mati di KJA diduga karena perubahan iklim ini.

KJA milik Nabhan pun ikut terdampak dalam peristiwa setahun silam tersebut yang mana ada sekitar belasan ribu ton ikannya mati massal.

“Tahun 2024 itu banyak banget ikan mati, punyaku aja ada 13 ton belum lagi yang lain,” bebernya.

Lalu dipaparkan olehnya, ikan-ikan mati tersebut disebabkan air turun dari hulu bertemu dengan air hilir sehingga terjadi penumpukan yang mengakibatkan banjir.

“Air yang di atas atau hulu turun ke sini. Seharusnya mengarah ke hilir tapi yang di hilir pasang juga di sana jadi pas di sini tumpukan banjirnya,” terang Nabhan.

Lebih jauh, dirinya menerangkan, perubahan iklim atau disebutnya faktor alam ini terjadi tiap tahun dan sulit diprediksi.

“Biasanya terjadinya itu tidak menentu antara bulan sebelas, dua belas atau bulan satu dan itu tidak bisa dihindari soalnya kita tidak tahu faktor alam ini,” tutur Nabhan.

Lantas untuk mengakalinya, Nabhan seringkali tidak memberi makan ikannya atau istilahnya dipuasakan menjelang datangnya perubahan iklim.

“Di lapari jangan dikasih makan. Kalau puasa insya Allah aman biasanya tahan,” imbuh Ketua Pokdakan KJA

Aktivitas rutin warga membersihkan KJA di sore hari. (Foto: Fahmi/newsway.co.id)

Namun semua upaya tersebut tidak menjamin ikannya terhindar dari adanya bahaya perubahan iklim ini.

Oleh sebab itu, Nabhan sangat mengharapkan dinas terkait supaya memberikan informasi lebih tentang upaya deteksi perubahan iklim.

“Kalau kita bisa memprediksi itu mungkin bisa mengurangi risiko ikan mati, jadi baiknya ada sosialisasi juga dari dinas terkait,” tandasnya.

Tanggapan dari Dinas Terkait
Merespon hal tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Perikanan DKP3 Kota Banjarmasin, Sulaiman Thalib menyatakan faktor alam memang menjadi kendala utama bagi pelaku usaha budi daya perikanan.

“Pastinya berdampak karena faktor alam ini adalah salah satu yang tidak bisa kita kendalikan,” ucap Sulaiman saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (18/7/2025).

Ia turut berkomentar tentang 60 ton ikan yang mati mendadak setahun lalu akibat perubahan kualitas air sewaktu turunnya hujan.

“Ada air masuk dari hulu kemudian ada juga air masuk dari hilir sehingga pertemuan dua arus air itu menyebabkan naiknya air di dasar,” terang Sulaiman.

Kepala Bidang Perikanan DKP3 Kota Banjarmasin saat diwawancarai. (Foto: Fahmi/newsway.co.id)

Konsekuensinya, perubahan ekstrim dari air tersebut tidak bisa ditolerir oleh ikan yang membuatnya alami kematian masssal.

Untuk itu, pihaknya melakukan mitigasi atau semacam deteksi dini dengan cara mengumpulkan informasi misalnya kapan curah hujan tinggi terjadi kemudian menginformasikannya kepada masyarakat.

“Jadi masyarakat bisa mempersiapkan diri artinya kalau diperkirakan tiga sampai empat bulan ke depan akan turun hujan maka mereka bisa mengatur rencana panennya,” tukas Sulaiman.

Dengan demikian, perlu adanya upaya lebih dari dinas terkait entah itu pemberian informasi secara masif atau dalam bentuk sosialisasi untuk memastikan keberlangsungan usaha di sektor perikanan berjalan dengan aman tanpa takut akan ancaman perubahan iklim. (nw)

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog