Usai Terima Surat dari Mabes TNI AL, Keluarga Juwita dan Kuasa Hukum Desak Klarifikasi Hukum Pemindahan Terpidana Jumran ke Lapas Balikpapan Secara Tertulis

by
11 Oktober 2025
Keluarga Almarhun Juwita saat diskusi dengan kuasa hukumnya di Banjarmasin. (Foto : newsway.co.id)

NEWSWAY.CO.ID, BANJARMASIN – Jumran pembunuh jurnalis newsway.co.id, Juwita saat ini sudah mendekam di penjara Kalimantan Timur, namun ternuata beberapa pertanyaan bagi keluarga masih belum terselesaiakan.

~ Advertisements ~

Setelah sehari sebelumnya menerima surat dari Mabes TNI AL, keluarga almarhumah Juwita, korban pembunuhan berencana oleh eks-Kelasi Jumran, menyampaikan surat tanggapan resmi kepada Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali, S.H., M.M., M.Tr. Opsla., M.H.

Surat tersebut merupakan tanggapan hukum atas jawaban Mabes TNI AL tertanggal 16 September 2025, yang dinilai tidak menjawab secara substansial terhadap permohonan keberatan keluarga sebelumnya.

Dalam surat tersebut, keluarga — Subpraja Ardinata dan Susi Anggraini — menilai bahwa pemindahan terpidana Jumran dari wilayah hukum Banjarbaru ke Lapas Balikpapan dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dan melanggar asas legalitas administratif.

Keluarga menyebut bahwa dalam putusan Pengadilan Militer Banjarmasin, Jumran telah dipecat dari dinas militer (PTDH) sehingga status hukumnya berubah menjadi warga sipil.

“Berdasarkan Pasal 256 ayat (3) UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, eksekusi pidana terhadap mantan prajurit yang sudah dipecat seharusnya dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Umum, bukan diatur sepihak oleh Oditurat Militer,” terang Susi didampingi kuasa hukumnya kepada newsway.co.id, Jumat (10/10/2025).

Selain itu, keluarga menilai jawaban Mabes TNI AL hanya bersifat normatif dan tidak menjelaskan dasar administratif, koordinasi lintas lembaga, atau SK resmi dari Kemenkumham terkait pemindahan Jumran ke Balikpapan.

“Kami menilai ada unsur maladministrasi dan pelanggaran prinsip keterbukaan publik. Tidak ada pemberitahuan resmi kepada keluarga korban mengenai alasan pemindahan tersebut,” tambahnya.

Pihaknya juga menyoroti keterlambatan penyampaian surat jawaban dari Mabes TNI AL yang baru diterima pada 9 Oktober 2025, padahal bertanggal 16 September 2025 — terlambat hampir 23 hari sejak dikeluarkan. Dan mengingat surat permohonan keberatan telah disampaikan sejak 15 Juli 2025.

“Keterlambatan ini jelas kelalaian administratif yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan tekanan psikologis bagi keluarga korban,” jelas Supraja.

Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum yang tergabung dalam Advokasi Untuk Keadilan (AUK) Juwita, Dr Muhammad Pazri,MH menilai bahwa substansi jawaban TNI AL tidak memadai secara hukum dan administratif, bahkan berpotensi bertentangan dengan prinsip lex specialis dan lex generalis dalam sistem peradilan.

“Jika Jumran sudah diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas militer, maka kewenangan pelaksanaan pidananya beralih sepenuhnya ke Kementerian Hukum dan HAM. Pemindahan ke Lapas Balikpapan tanpa SK Kemenkumham adalah bentuk penyimpangan administratif dan harus diklarifikasi secara hukum,” ujar Dr. Pazri.

Ia juga menekankan bahwa kasus ini tidak hanya soal teknis pemasyarakatan, tetapi juga menyangkut keadilan bagi korban dan keluarganya.

“Keadilan tidak boleh berhenti di meja peradilan. Transparansi pelaksanaan hukuman adalah bagian dari hak korban dan keluarga untuk mengetahui bahwa keadilan benar-benar ditegakkan,” tambahnya.

Pazri meminta Kepala Staf TNI AL untuk segera:

  1. Memberikan klarifikasi tertulis dan terverifikasi mengenai dasar hukum pemindahan terpidana Jumran;
  2. Menindak pejabat atau institusi yang diduga menyalahgunakan kewenangan administratif;
  3. Menegaskan status hukum Sdr. Vicky FS, yang hingga kini belum jelas apakah turut diproses hukum atau hanya berstatus saksi;
  4. Menjamin pelaksanaan hukuman secara transparan, tanpa fasilitas khusus bagi pelaku.

“Kami mendesak agar TNI AL membuka hasil pemeriksaan internal, bila ada, dan menyampaikan secara terbuka kepada publik. Ini bukan hanya soal keluarga Juwita, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap keadilan militer di Indonesia,” tegas Dr. Pazri.

Menuritnya, keluarga juga telah menyampaikan tembusan surat tanggapan kepada sejumlah lembaga negara, termasuk Panglima TNI, Komisi I dan III DPR RI, Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Menteri Hukum dan HAM, sebagai bentuk pengawasan dan transparansi publik.

“Ini bukan sekadar permintaan klarifikasi, tapi upaya moral agar tidak ada lagi korban yang diperlakukan dengan ketidakpastian hukum seperti ini,” tutup Dr. Pazri.(nw)

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog