NEWSWAY.ID, PALANGKA RAYA – Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah (Kalteng) menilai kondisi lingkungan di Kalteng sangat kritis. Tingkat deforestasi dan penguasaan ruang oleh investasi skala besar di Kalteng cukup tinggi.

Janang Firman Palanungkai, Manager Advokasi, Kampanye, dan Kajian WALHI Kalteng, menyampaikan kepada newsway.id dalam wawancara bahwa investasi ini tidak berdampak baik terhadap masyarakat Kalteng, melainkan menimbulkan kerugian seperti kehilangan mata pencaharian, kerusakan lingkungan, bencana ekologis, deforestasi, dan berbagai konflik agraria. (Sabtu, 22/6/2024).


“Kami mengharapkan para peneliti, anak muda, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah dapat melihat lebih dalam lagi kondisi faktual Kalteng hari ini. Sebagai daerah penyangga ibu kota negara, WALHI mengharapkan Kalteng tidak menjadi penyangga yang rapuh seperti saat ini,” kata Janang.

WALHI mendorong adanya evaluasi terhadap perizinan yang dilakukan pemerintah, yang sampai saat ini belum ada.

Terkait bencana ekologis yang terus terulang di Kalteng, WALHI berharap pemerintah segera melakukan mitigasi bencana dengan mengeluarkan kebijakan yang mengatur mitigasi bencana di Kalteng.
Ini sebagai upaya pengendalian bencana ekologis, deforestasi yang semakin masif, serta kondisi lingkungan dan konflik agraria yang semakin tinggi.

WALHI meminta pemerintah segera menyusun dan mengesahkan kebijakan terkait mitigasi bencana.
“Beberapa tahun sebelumnya, ketika pemerintah menghadapi musim kemarau dan kebakaran hutan serta lahan, kita melihat pemerintah hanya berbicara soal anggaran. Padahal, seharusnya pemerintah segera melakukan kebijakan yang lebih komprehensif terkait mitigasi bencana. Misalnya, segera melakukan identifikasi dini terhadap daerah yang berpotensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla),” ujar Janang.
Selain itu, WALHI juga meminta pemerintah mulai mempersiapkan dari segi sarana dan prasarana serta mencari solusi bagi daerah yang rawan bencana, seperti mengidentifikasi faktor penyebabnya, termasuk tingkat kerusakan gambut atau kebakaran.
WALHI Kalteng sering melihat kebakaran terjadi di areal konsesi. Seharusnya, konsesi yang mengalami kerusakan atau Karhutla berulang kali harus dievaluasi perizinannya karena ini langkah konkret yang bisa segera dilakukan, termasuk melakukan upaya lanjutan restorasi gambut.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Hendri Arroyo, menyampaikan bahwa pasca-Karhutla 2016, mengingat Kabupaten Pulang Pisau sebagai salah satu daerah terdampak bencana, program mitigasi dilaksanakan.
“Kabupaten Pulang Pisau 60 persen adalah lahan gambut, sehingga dalam RPJMD tahun 2018-2023 menjadi isu strategis dalam upaya pencegahan melalui program restorasi gambut, baik dalam upaya menjaga ekosistem gambutnya termasuk dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah gambut,” ujar Hendri.

“Melalui kerjasama antara Pemkab dan NGO, banyak program yang sudah dijalankan. Misalnya, program hutan desa melalui KPSHK, pengelolaan madu kelulut sebagai usaha masyarakat, dan patroli di bawah binaan polisi kehutanan Kalteng yang ada di Pulang Pisau,” tutup Hendri.