NEWSWAY.ID, PALANGKA RAYA – Masyarakat Adat di Kalimantan Tengah, yang dikenal sebagai Masyarakat Adat Dayak, telah berjuang selama lebih dari 10 tahun untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hak dari negara.

Meskipun Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat telah diperjuangkan, hingga kini, pengesahannya masih tertunda.


Direktur Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC) Kalimantan, Sani Lake, menekankan pentingnya perlindungan dari negara, terutama dalam konteks Prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang mengusung konsep ‘No one left behind’ atau ‘Tidak ada yang tertinggal’.

Menurut Sani, prinsip ini mengingatkan para pengambil kebijakan untuk memperhatikan nasib masyarakat adat yang sering terabaikan.

“Jangan ada satu pun yang ditinggalkan atau diabaikan. Ini adalah panggilan bagi penyelenggara pemerintahan untuk melindungi dan memulihkan hak-hak mereka yang terampas,” ujar Sani pada 11 Juli 2024.
Sani menjelaskan bahwa kehidupan sehari-hari masyarakat adat di Kalimantan Tengah sangat bergantung pada sumber daya hutan, tanah, dan air.
Bagi mereka, hutan adalah pasar dan sumber kehidupan di mana semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Namun, dengan masuknya korporasi yang merusak ekosistem hutan, sumber kehidupan mereka telah terancam.
Lebih lanjut, Sani menyampaikan bahwa perjuangan masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan atas hak-hak mereka terhalang oleh berbagai kepentingan yang lebih mendukung pihak-pihak yang berkuasa atas sumber daya alam.
Kondisi inilah yang menyebabkan belum disahkannya Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat.
Dalam rangka memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional 2024, Sani berharap agar negara segera mengembalikan hak pengelolaan sumber daya hutan, tanah, dan air kepada masyarakat adat dan menjamin keberlanjutan hak-hak tersebut di masa depan.
“Jaminan atas hak-hak ini dapat diwujudkan melalui pengesahan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat yang sudah lebih dari 10 tahun berada di tangan DPR,” tutup Sani, menekankan urgensi tindakan legislatif dalam mewujudkan keadilan bagi masyarakat adat.