NEWSWAY.CO.ID, JAKARTA – Tim Hukum Hanyar Banjarbaru secara resmi melaporkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Banjarbaru ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran etik dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilukada Banjarbaru 2025.


Laporan ini teregistrasi dengan Nomor Aduan 148/02-5/SET-02/V/2025 dan disampaikan pada Senin (5/5/2025) pukul 16.30 WIB.



Dalam aduannya, Tim Hukum Hanyar menilai bahwa proses PSU Banjarbaru telah tercoreng oleh tindakan Bawaslu yang dianggap menyimpang dari kode etik penyelenggara pemilu.

Mereka menilai Bawaslu Banjarbaru tidak menjunjung tinggi prinsip integritas, profesionalisme, dan keadilan sebagaimana mestinya.

Setidaknya terdapat tiga poin pokok yang disampaikan Tim Hukum Hanyar dalam aduan mereka:
Pertama, Bawaslu Banjarbaru diduga mengkriminalisasi pengurus Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI).
Hal ini bermula dari pemanggilan Syarifah Hayana selaku pengurus LPRI oleh Bawaslu untuk klarifikasi terkait Laporan Nomor 002/Reg/LP/PW/Kota/22.02/IV/2025.

Namun, surat pemanggilan tersebut tidak menjelaskan substansi laporan, sehingga Syarifah merasa tidak mengetahui apa yang harus diklarifikasi. Ia juga merasa tertekan karena kehadiran aparat dari Polda Kalsel, Polres Banjarbaru, dan Bawaslu Kalsel yang menurutnya tidak memiliki wewenang dalam proses tersebut.
Kedua, Bawaslu Banjarbaru dituding tidak netral dan diduga membela kepentingan pribadi Ketua Partai Demokrat Banjarbaru, Said Subari, yang merupakan pengusung Paslon Nomor Urut 01 Hj. Erna Lisa Halaby – Wartono.
Dugaan ini menguat setelah munculnya pemberitaan yang menunjukkan bahwa Said Subari turut mengantarkan laporan 002/2025 ke SPKT Polres Banjarbaru bersama Bawaslu Banjarbaru.
Ketiga, Tim Hukum Hanyar menduga tujuan Bawaslu Banjarbaru adalah untuk mencekal LPRI dalam proses sengketa hasil PSU di Mahkamah Konstitusi.
Dengan melimpahkan laporan 002/2025 ke Polres Banjarbaru sebagai dugaan pelanggaran pidana dan ke KPU Kalsel sebagai pelanggaran administrasi, ada kekhawatiran akreditasi LPRI sebagai pemantau pemilu akan dicabut, sehingga melemahkan posisi hukum mereka dalam sengketa di MK.
Melalui laporan ini, Tim Hukum Hanyar meminta Majelis DKPP agar memeriksa secara komprehensif dan tidak hanya terpaku pada aspek legal formal semata, demi menjaga prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.