NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Setelah Majelis Hakim Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepada terdakwa Jumran dalam kasus pembunuhan jurnalis Juwita, proses hukum kini telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Hal ini disampaikan oleh Kepala Otmil III-15 Banjarmasin, Letkol Chk Sunandi, yang memastikan bahwa terdakwa tidak mengajukan banding kepada keluarga jiwita.

Pihak keluarga korban melalui Tim Advokasi Untuk Keadilan (AUK) Juwita menegaskan bahwa meski putusan telah berkekuatan hukum tetap, perjuangan untuk mendapatkan keadilan belum selesai.

“Tidak diajukannya banding oleh terdakwa menunjukkan bahwa proses peradilan telah memasuki tahap akhir. Namun, kami tidak berhenti di sini. Kami akan terus memantau pelaksanaan hukuman Jumran di lembaga pemasyarakatan, memastikan tidak ada upaya pelonggaran atau perlakuan istimewa kepada Terdakwa,” terang salah satu pihak keluarga Praza.
Praja juga menyampaikan penekanan keberatan apabila kedepannya adanya pengajuan permohonan pindah lapas atau rutan ke daerah lain karena adanya kekhawatiran dugaan penyalahgunaan pemindahan yang sangat rawan terhadap penyimpangan.
“Seperti memperoleh fasilitas khusus, adanya permintaan dari keluarga atau pihak tertentu yang tidak sesuai prosedur hukum (permintaan pribadi atau dugaan gratifikasi suap-menyuap terhadap oknum lapas,” tegasnya.

Selain itu, Dr. Muhamad Pazri, S.H., M.H selaku Kuasa Hukum keluarga korban dari TIM AUK Juwita, juga mendesak aparat penegak hukum untuk tidak menghentikan penyelidikan terhadap kemungkinan keterlibatan pelaku lain yang diduga kuat adanya turut serta keterlibatan orang sipil agar kasus ini diusut sampai tuntas.
Ia juga berharap tidak ada spekulasi lain pasca inkrachtnya putusan Pengadilan Militer tersebut. adapun dugaan adanya aktor intelektual atau pihak-pihak yang turut serta dalam kejahatan ini harus diusut tuntas demi keadilan dan penghormatan terhadap korban dan keluarga serta kebebasan pers.
“Kami tidak ingin kasus ini berhenti hanya pada satu orang pelaku. Kebenaran harus diungkap secara menyeluruh, pertama berkenaan dengan adanya hasil Tes DNA terdakwa dengan sperma yang ada pada Rahim Korban dinyatakan tidak cocok. Kedua tentang tracking GPS mobil yang digunakan Terdakwa belum diusut tuntas, mengingat ini bukti titik-titik lokasi rangkaian pembunuhan dan yang ketiga tentang HP Terdakwa yang harus di lakukan Scientific Crime Investigation (SCI) agar diketahui sebelum, saat dan sesudah kejadian Terdakwa berkomunikasi dengan siapa saja (yang turut membantu dan rangkaian rencana pembunuhan) serta yang ke empat, yaitu beberapa bukti CCTV tidak dijadikan Penyidik sebagai alat bukti pada persidangan,” tegas Dr Muhamad Pazri.
Kembali mengingatkan kasus pembunuhan Juwita seorang jurnalis, oleh oknum anggota TNI AL dilakukan pada 22 Maret 2025 lalu.
Kasus ini telah menarik perhatian luas masyarakat sipil dan komunitas pers, dukungan terhadap keluarga korban terus mengalir dari berbagai pihak yang menyerukan keadilan dan perlindungan bagi jurnalis di Indonesia.