Bonus Demografi: Antara Peluang dan Ancaman Demographic Disaster

by
6 September 2025
Muhammad Attaillah Ketua HMI cabanh HST Periode 2024-2025. (Foto Doc Pribadi/newsway.co.id)

Oleh : Muhammad Athaillah, Ketua Umum HMI Cabang Barabai Periode 2024 – 2025.

Indonesia tengah memasuki sebuah fase sejarah penting yaitu bonus demografi.

Menurut proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), hingga tahun 2035 sekitar 70 persen penduduk Indonesia berada pada usia produktif, yaitu 15-64 tahun.

Secara teoritis, kondisi ini adalah modal luar biasa untuk melompat menjadi negara maju.

Namun, sejarah dunia membuktikan bahwa tidak semua negara berhasil memanfaatkan momentum ini. Bonus demografi bisa menjadi anugerah, tetapi bisa pula berubah menjadi bencana demografi (demographic disaster) bila tidak dikelola dengan baik.

Banyaknya penduduk usia produktif tidak berarti apa-apa jika mereka tidak dibekali kualitas, keterampilan, serta kesempatan kerja.

Di sinilah letak tantangan besar Indonesia. Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2024 masih berada di angka 4,82 persen dan mayoritas berasal dari kelompok usia muda. Kondisi ini mengkhawatirkan.

Generasi produktif yang tidak terserap dunia kerja berpotensi menimbulkan masalah sosial: meningkatnya kriminalitas, penyalahgunaan narkoba hingga munculnya instabilitas politik akibat kekecewaan sosial.

Persoalan kualitas pendidikan juga tidak kalah serius. Hasil survei Survei Program For International Student Assessment (PISA) PISA 2022 menempatkan literasi membaca, matematika dan sains pelajar Indonesia masih di bawah rata-rata negara OECD.

Artinya, daya saing tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Bagaimana mungkin kita berharap banyak dari generasi muda bila sistem pendidikan tidak mampu mengasah keterampilan abad 21, seperti literasi digital, berpikir kritis, dan kreatifitas?

Dalam konteks ini, bonus demografi bukan sekadar soal jumlah tetapi kualitas. Jika kualitas SDM tidak diprioritaskan maka jumlah besar penduduk usia produktif justru bisa menjadi beban pembangunan.

Karena itu, menurut saya, ada beberapa langkah strategis yang harus ditempuh.

Pertama, pemerintah harus serius membenahi pendidikan dengan menekankan penguasaan keterampilan praktis, teknologi, serta karakter kebangsaan.

Kedua, penciptaan lapangan kerja harus menjadi prioritas mutlak melalui penguatan industri kreatif, UMKM, serta ekonomi digital yang mampu menyerap tenaga kerja muda.

Ketiga, dunia usaha, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat harus terlibat aktif dalam menyiapkan generasi unggul.

Organisasi kemahasiswaan, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memiliki tanggung jawab moral untuk mencetak kader bangsa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berintegritas dan peduli terhadap persoalan rakyat.

Bonus demografi hanya akan berarti jika lahir generasi yang siap menjadi pemimpin dengan visi kebangsaan yang kuat.

Indonesia emas 2045 adalah cita-cita besar. Namun, ia bukanlah kepastian melainkan hasil dari kerja kolektif seluruh bangsa.

Bonus demografi adalah pintu kesempatan tetapi pintu itu hanya akan terbuka bila kita mampu menyiapkan generasi muda yang berkualitas, berdaya saing dan berkarakter.

Jika gagal, maka yang akan kita hadapi bukanlah emas melainkan krisis multidimensi yang menghantui perjalanan bangsa.*

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog