NEWSWAY.CO.ID, BARABAI – Dituding menyebarkan ajaran sesat dan dianggap menyesatkan warga, Matran alias “Datu Galung” akhirnya angkat bicara.
Warga Desa Jaranih, Kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah itu membantah keras semua tuduhan yang dialamatkan padanya.

“Tidak ada saya mengajarkan ajaran sesat. Faktanya mana? Kalau saya mengajar, siapa muridnya? Siapa saksinya? Siapa yang melapor?” ujar Matran, Kamis (17/7/2025).


Matran menilai, tuduhan yang beredar telah mencemarkan nama baik dirinya dan keluarganya.
Ia menyebut kabar miring tersebut muncul tanpa ada komunikasi atau klarifikasi langsung dari pihak desa, RT, hingga tokoh masyarakat.

“Kami justru kaget ketika tiba-tiba diminta ke kantor camat, tanpa pemberitahuan. Bahkan kami tidak sempat tanda tangan atau minum. Karena merasa tidak tahu apa-apa, kami memilih pulang,” terangnya.
Isu yang menyebut dirinya memiliki kelompok pengajian sesat ditegaskan tidak berdasar. Menurut Matran, dirinya hanya dikenal sebagai orang yang membantu masyarakat sakit secara tradisional.
“Saya tidak punya majelis. Tidak ada kelompok. Saya hanya membantu orang berobat, baik yang sakit biasa maupun karena hal nonmedis,” katanya.
Ia juga membantah telah menciptakan gelar “Datu Galung” atau “Datu Ganjil” yang ramai disebut warga. Menurutnya, nama itu berasal dari orang lain dan tidak pernah ia klaim.
“Gelar itu bukan saya yang buat, itu orang dari Surabaya yang kasih sebutan. Saya tidak pernah menyebar ajaran apa pun,” tegasnya.
Isu mengenai dirinya makin liar setelah dikaitkan dengan sosok bernama Darmaji, warga yang sebelumnya sempat disebut ikut dalam kelompok ajaran menyimpang.
Namun, Matran mengaku hubungan dengan Darmaji hanyalah interaksi biasa antar warga.
“Saya cuma pernah beli telur di rumah Pak Darmaji. Bercanda sebentar, ngobrol ringan. Kok bisa dibilang pengikut ajaran?” ujarnya heran.
Ia bahkan menantang pembuktian terbuka jika memang benar ia menyebarkan ajaran sesat.
“Kalau memang benar saya menyimpang, ayo kita sama-sama angkat Alqur’an di kepala, kita bersumpah. Jangan cuma main isu,” tantangnya tegas.
Menjawab tudingan “batamat sembahyang” dan ibadah yang menyimpang, Matran mengatakan bahwa ibadah adalah hak setiap individu.
“Soal ibadah itu urusan pribadi. Mau di rumah, mau di masjid, semua punya pilihan. Jangan saling menilai buruk kalau tidak tahu kondisi,” ungkapnya.
Ia mengajak masyarakat untuk menyikapi persoalan ini dengan kepala dingin dan tidak mengedepankan prasangka.
“Ulun hanya membantu orang. Bukan menyebar ajaran. Jangan diskriminasi, jangan memprovokasi,” tutupnya.
Sebelumnya, sempat muncul laporan bahwa sejumlah warga mengikuti ajaran menyimpang yang diduga berasal dari Matran.
Lima orang di antaranya telah kembali ke masyarakat dan secara sukarela mengucap dua kalimat syahadat di hadapan tokoh agama dan aparat desa.
Langkah ini, menurut pihak desa, sebagai bentuk penegasan bahwa mereka telah kembali ke ajaran Islam yang lurus.
Namun demikian, belum ada hasil resmi dari lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Kementerian Agama yang menyatakan adanya pelanggaran akidah dari aktivitas Matran.