NEWSWAY.CO.ID, BANJARMASIN — Sejumlah mahasiswa dan masyarakat sipil menggelar Aksi Kamisan ke-71 bertemakan Meratus ke Raja Ampat: Stop Deforestasi & Tambang Ugal-Ugalan, Kamis (12/6/2025).
Kegiatan ini dilaksanakan di depan gerbang Universitas Lambung Mangkurat (ULM) sebagai bentuk perlawanan atas eksploitasi alam yang kian meluas dari Kalimantan sampai Papua.
Penggerak Aksi Kamisan Kalimantan Selatan, Muhammad Khafi menekankan, tema yang dibawa bukan slogan semata, tetapi wujud pembelaan konkret terkait krisis ekologi yang semakin parah.
“Kami menolak tambang rakus dan perampasan hak masyarakat adat dari Meratus sampai Raja Ampat,” ucap Khafi dengan lantang.
Lanjut ujar Khafi, pencabutan izin tambang di Raja Ampat awalnya dianggap positif namun ternyata kamuflase semu belaka.
“Izin tambang di Raja Ampat memang dicabut, tapi itu bukan kemenangan. Itu hanya ilusi perbaikan,” jelasnya.
Selain itu, Ia mengkritik narasi pembangunan yang menutupi praktik perusakan lingkungan.
“Jangan bungkus kejahatan lingkungan dalam kata pembangunan,” tutup Khafi.
Di tempat yang sama, Mahasiswa Distrik Jair Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, Farida Anselmamogan turut buka suara terhadap dampak eksploitasi yang sudah lama dirasakan di wilayah timur.
“Hutan kami habis, digantikan kebun sawit! Sekarang yang kami banggakan tinggal Raja Ampat, dan itu pun mulai diincar,” tegas Farida.
Dalam orasinya, dirinya mengatakan rela datang ke Aksi Kamisan dengan berpanas-panasan demi kelestarian hutan adat mereka.
“Saya datang ke sini, berpanas-panasan, demi hutan adat kami,” tekan Farida.
Dalam kesempatan tersebut, para massa aksi menyatakan tiga tuntutan utama diantaranya:
- Keadilan ekologis yang menyeluruh, bukan sekadar penutupan tambang, tetapi juga pemulihan wilayah yang telah rusak.
- Penghentian seluruh proyek ekstraktif yang merusak lingkungan dan menggusur rakyat dari ruang hidupnya.
- Perubahan kebijakan yang berpihak pada kehidupan dan keberlanjutan, bukan semata keuntungan ekonomi.
Terakhir, kegiatan ditutup lewat pernyataan sikap, aksi teatrikal, dan musik akustik yang melantunkan kesengsaraan masyarakat adat dan alam yang direbut.