NEWSWAY.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, M Afifudin, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemisahan penyelenggaraan Pemilu nasional dan daerah. Menurutnya, keputusan tersebut justru akan mendistribusikan beban kerja penyelenggara secara lebih merata dan membuat proses demokrasi berjalan lebih efektif.

“Seingat saya, malah ini akan meringankan beban karena tidak dilakukan di tahun yang sama,” ujar Afifudin dalam sebuah diskusi publik di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

Afifudin menjelaskan, dengan adanya jeda waktu antar pemilu, penyelenggaraan akan lebih terstruktur dan tidak menumpuk pada satu waktu. Ia menghindari diksi “untung dan rugi”, namun menegaskan bahwa durasi jeda dua hingga dua setengah tahun antara Pemilu nasional dan daerah akan berdampak positif pada manajemen pemilu.
“Jadi bebannya terdistribusi di waktu yang berbeda. Apalagi pilihannya itu kan dua setengah tahun, dua setengah tahun,” tambahnya.
Meski demikian, KPU RI akan tetap terbuka terhadap berbagai masukan publik, terutama dalam penyusunan aturan turunan dari putusan MK. Ia menegaskan, perubahan ini juga harus diikuti dengan penyesuaian dalam regulasi, termasuk mekanisme rekrutmen penyelenggara pemilu.
“Ini jadi tantangan tersendiri. Soal keserentakan, rekrutmen penyelenggara, itu juga bagian dari materi gugatan. Maka kami juga perlu mendengarkan banyak pihak bagaimana menurunkan dalam Undang-Undangnya nanti,” tegas Afifudin.
Putusan MK: Pemilu Tak Lagi Serentak
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (26/6/2025) memutuskan bahwa pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah harus dilakukan secara terpisah, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua setengah tahun.
Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta. Gugatan ini berasal dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diajukan oleh Khoirunnisa Nur Agustyati dan Irmalidarti.
MK menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu serentak seperti selama ini justru menyulitkan penyelenggaraan demokrasi dan menghambat efektivitas pemerintahan, sehingga dianggap tidak sejalan dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Ke depan, perubahan ini akan menjadi tonggak penting dalam sistem pemilu di Indonesia, yang diharapkan mampu memperkuat kualitas demokrasi, memperkecil potensi konflik, dan memperjelas fokus kerja pemerintahan di setiap level.