Komnas Perempuan Kecam Femisida Jurnalis Juwita, Desak Penegakan Hukum yang Adil dan Transparan

7 April 2025

NEWSWAY.CO.ID, JAKARTA – Komnas Perempuan mengecam keras tindakan femisida yang menimpa jurnalis Juwita (J) dan menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban.

~ Advertisements ~

Peristiwa tragis yang terjadi di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada Sabtu 22 Maret 2025 tersebut dinilai sebagai bentuk kekerasan ekstrem berbasis gender, atau yang disebut femisida.

~ Advertisements ~

Komnas Perempuan mengungkapkan, kematian Juwita diduga kuat merupakan kasus femisida intim, yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki relasi dekat dengan korban, dalam hal ini diduga oleh calon suaminya, prajurit aktif TNI AL Kelasi Satu Jumran (J).

Indikasi ini diperkuat dengan dugaan adanya kekerasan seksual berulang sebelum pembunuhan terjadi.

“Femisida adalah bentuk ekstrem dari kekerasan berbasis gender, dan dalam kasus ini, eskalasi kekerasan yang dialami korban mencerminkan dominasi, agresi, serta ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban,” terang Komnas Perempuan dalam pernyataan resminya.

Komnas Perempuan menyoroti tingginya angka femisida di Indonesia yang masih minim dikenali karena belum adanya sistem data terpilah yang memadai.

Pada 2024 saja, tercatat 185 kasus femisida terjadi di ranah privat dan 105 kasus di ranah publik, berdasarkan pemberitaan media.

Dalam kasus Juwita, Komnas Perempuan mendesak agar proses penyelidikan dilakukan secara transparan dan komprehensif, termasuk menggali faktor-faktor kekerasan seksual, relasi kuasa, dan kekerasan psikologis yang mungkin dialami korban.

Mereka juga mendorong agar peradilan militer yang menangani kasus ini dapat menjamin prinsip fair trial, independensi, dan imparsialitas.

Selain itu, Komnas Perempuan mengingatkan bahwa pelanggaran pidana umum yang dilakukan oleh anggota militer aktif seharusnya tunduk pada peradilan umum, sesuai Pasal 65 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Negara harus memastikan bahwa penegakan hukum tidak berhenti pada pelaku, tapi juga menjamin hak-hak korban dan keluarga, termasuk restitusi, perlindungan saksi, dan akses pemulihan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor.

Sebagai bagian dari sikap resmi dan rekomendasinya, Komnas Perempuan meminta:

  1. Presiden RI memerintahkan pembentukan mekanisme “femicide watch” secara nasional.
  2. Mahkamah Agung mengawasi proses peradilan kasus ini untuk mencegah impunitas.
  3. Denpom Lanal Banjarmasin menyelidiki kasus secara transparan dan mendalam.
  4. Penerapan UU TPKS dalam proses hukum kasus ini.
  5. Pengumpulan dan publikasi data statistik femisida oleh KemenPPPA, Polri, dan BPS.
  6. TNI mendukung upaya mengusut pelanggaran pidana oleh anggotanya.
  7. Kemenkumham berkoordinasi mewujudkan regulasi perlindungan terhadap Perempuan Pembela HAM (PPHAM).

Komnas Perempuan menegaskan pentingnya penguatan kapasitas aparat hukum dalam mendeteksi dan menangani kasus femisida, agar tragedi serupa tidak terus berulang.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog