Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Dinilai Untungkan Partai, Tapi UU Parpol Dinilai Masih Jadi Masalah

29 Juni 2025

NEWSWAY.CO.ID, JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemisahan antara pemilu nasional dan daerah dinilai membawa dampak positif bagi iklim politik nasional. Peneliti senior Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heriok M Pratama, menyebut keputusan ini dapat memberikan ruang lebih luas bagi partai politik dalam menyiapkan kandidat yang lebih berkualitas, terutama untuk level lokal.

~ Advertisements ~

“Jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah sangat krusial dalam mendukung proses rekrutmen yang lebih baik. Ini bisa mengurangi tekanan logistik dan strategis yang selama ini membuat partai terburu-buru,” ujar Heriok dalam diskusi daring yang digelar Perludem, Jumat (27/6/2025).

~ Advertisements ~

Sebagaimana diketahui, melalui Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, pemilu nasional dan daerah ke depan harus digelar secara terpisah, dengan jeda minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan sejak pelantikan pejabat hasil pemilu nasional.

Potensi Tekan Dominasi Politik Kartel

Heriok juga menilai bahwa pemisahan jadwal pemilu dapat mengikis praktik politik kartel, yang selama ini menyebabkan munculnya calon tunggal dalam Pilkada.

“Selama ini, karena padatnya agenda politik dalam tahun yang sama, partai sulit menjaring kandidat secara optimal. Akibatnya, banyak calon tunggal yang justru mengurangi kualitas kompetisi demokratis,” ujarnya.

Dengan jeda waktu, partai memiliki kesempatan lebih untuk menyeleksi dan menyiapkan calon pemimpin daerah yang lebih beragam dan kompetitif. Bahkan, publik pun bisa lebih cermat dalam mengevaluasi kinerja elite nasional sebagai referensi dalam menentukan pilihan di level lokal.

Desakan Revisi UU Partai Politik

Meski demikian, pengamat politik dari Universitas Indonesia dan Direktur Eksekutif Puskapol UI, Hurriyah, menilai euforia pemisahan pemilu harus dibarengi dengan reformasi sistemik, termasuk revisi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

“Kalau hanya revisi UU Pemilu, itu tidak cukup. Demokrasi internal partai masih lemah, dan itu adalah akar dari banyak persoalan politik kita saat ini,” tegas Hurriyah dalam diskusi yang sama.

Menurutnya, UU Parpol saat ini justru semakin memperkuat kecenderungan politik dinasti dan elitis, yang menyulitkan kelompok rentan seperti perempuan dan minoritas untuk bersaing dalam pencalonan legislatif atau eksekutif.

“Masalah klasik seperti minimnya demokrasi internal, pencalonan yang tidak transparan, hingga rendahnya keterwakilan perempuan, tidak akan terselesaikan tanpa pembaruan UU Parpol,” jelasnya.

Koalisi Gemuk dan Lemahnya Check and Balance

Hurriyah juga menyoroti dampak jangka panjang dari lemahnya struktur partai terhadap kualitas pemerintahan. Ia menilai, partai politik dengan struktur internal yang tertutup cenderung membentuk koalisi gemuk di parlemen, yang justru mengganggu mekanisme check and balance dalam sistem presidensial.

“Contohnya bisa dilihat pada Pemilu 2019 dan 2024, di mana hampir seluruh kekuatan politik bergabung dalam satu barisan pemerintahan. Ini membuat DPR cenderung kehilangan daya kritis terhadap pemerintah,” tandasnya.

Putusan MK untuk memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah memang menjadi angin segar bagi partai dan demokrasi elektoral, tetapi sejumlah pihak menilai reformasi partai politik menjadi kunci utama agar transformasi demokrasi benar-benar terjadi. Tanpa itu, perubahan hanya sebatas teknis pemilu bukan substansi politik yang berkualitas.