Rumah Betang Suku Dayak di Buntoi, Kokoh Berdiri Selama 154 Tahun

Rumah Betang Buntoi berdiri kokoh meskipun sudah berusia 154 tahun (foto.winda/newsway.id)

Sebuah rumah panggung terbuat dari kayu masih berdiri kokoh meskipun sudah berusia 154 tahun. Bangunan tersebut adalah Rumah Betang Suku Dayak yang terletak di Desa Buntoi, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis). Kondisinya terawat dan masih dihuni hingga kini.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Rumah Betang ini dikenal dengan nama Rumah Betang Buntoi, sesuai dengan nama tempat bangunan berada. Saat ini, rumah tersebut dihuni oleh Martenggo bersama keluarganya.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

“Menurut cerita turun-temurun, Rumah Betang ini didirikan oleh Singa Jala yang saat itu menjabat sebagai Dambung atau Kepala Desa pada tahun 1870, di zaman asang atau biasa disebut dengan zaman premanisme di era penjajahan Belanda,” kata pria berusia 60 tahun ini, Kamis (23/5/2024).

~ Advertisements ~
Garantung berumur 150 tahun di rumah Betang Buntoi (foto.winda/newsway.id)

Martenggo, yang merupakan keturunan keenam dari pendiri Rumah Betang tersebut, mengisahkan tujuan awal didirikannya rumah ini.

~ Advertisements ~

Pada zaman asang, rumah betang didirikan untuk melindungi keluarga dari serangan musuh ketika para suami pergi berburu atau berperang.

Menurut Martenggo, Rumah Betang adalah rumah tradisional suku Dayak di Kalimantan Tengah. Bangunannya memanjang dan tinggi, berbentuk panggung. Biasanya dihuni oleh beberapa keluarga yang hidup berdampingan dengan berbagai agama. Rumah Betang atau dalam bahasa Dayak disebut Huma Betang, memiliki falsafah saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Untuk mencapai Rumah Betang Buntoi, diperlukan waktu sekitar 40 menit menggunakan transportasi darat dari Kota Pulang Pisau. Alternatif lainnya adalah melalui perjalanan sungai dengan menyeberang menggunakan kapal feri selama 15 menit, dilanjutkan dengan perjalanan darat selama 25 menit.

penulis bersama dengan Martenggo, yang merupakan keturunan keenam dari pendiri Rumah Betang (foto.winda/newsway.id)

Menurut Tenggo, Rumah Betang ini memiliki filosofi seperti pohon beringin atau biasa disebut oleh orang Dayak dengan sebutan Opun Lunuk, yang lebih dikenal dengan Batang Garing. Filosofi ini mencerminkan bahwa siapa pun yang datang ke rumah tersebut akan diterima dengan baik.

Bangunan Rumah Betang ini terdiri dari tiang-tiang kokoh dari kayu ulin bernuansa warna hitam. Di dalamnya, terdapat barang-barang bersejarah seperti garantung, balanga yang berumur 154 tahun, dan foto salah satu keturunan dari Singa Jala.

Selama 150 tahun berdiri, Tenggo menambahkan, Rumah Betang ini telah mengalami dua kali renovasi. Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1980 dan yang kedua pada tahun 2014.

“Terkait perawatan dan pemeliharaan Rumah Betang dilakukan oleh saya sebagai keturunan keenam. Namun, untuk renovasi, Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau yang bertanggung jawab,” tegas Tenggo.

Tinggalkan Balasan