Berkunjung ke Kampung Simpang Sari Astambul, Kawasan Langganan Banjir

by
11 Juni 2024
Darmawati perempuan paruh baya yang rumahnya selalu terkena imbas apabila banjir melanda di wilayahnya. (Foto : Suroto/newsway.id)

Limpasan air yang merobohkan jembatan Kampung Simpang Sari, Jati Baru, Astambul masih mengalir cukup deras, padahal hujan tidak lagi turun ketika wartawan media ini menyambangi kampung itu pada Selasa pagi (11/6/2024).

Matahari sudah cukup terik, warga sekitar lalu-lalang dengan meniti jembatan kecil darurat di atas pondasi pembatas jalan, ada juga kendaraan bermotor yang menerabar arus air yang tidak begitu deras, sementara di seberang pemukiman seorang pencari ikan sedang sibuk melempar jala.

Seorang perempuan paruh baya yang sudah puluhan tahun tinggal di kawasan itu, Darmawati terlihat sibuk dengan anak lali-lakinya benama Fajar yamg baru berumur sekitar delapan tahun.

Sesekali ia menegur warga sekitar yang lewat sembari membawa barang dagangan karena mobil tidak bisa menyeberang.

Ingin tau lebih dalam tentang kisah banjir yang sering melanda wilayahnya, wartawan media ini menyambangi ibu paruh baya itu, dengan senyum ramah ia menerima kehadiran saya.

Ibu Darmawati, sedikit demi sedikit bercerita bahwa kawasan itu memang sudah langganan banjir dari puluhan tahun lalu, namun yang dirasakan banjir besar sejak tahun 2001 yang mengakibatkan jembatan di depan rumahnya ambrol.

“Kalau sore jadi kolam ranang, kadang tinggi air sampai satu meter, banjir kali ini kembali merobohkan jembatan dan pondasi jalan, bahkan jalan juga amblas hingga satu meter lebih,” terangnya seraya menunjukan pondasi yang jebol diterjang air bah.

Darmawati menghela nafas, lalu ia bercerita bagaimana banjir itu sering melanda, hingga membuat sebagian warga kampung rela tidak tidur kalau banjir datang tiba-tiba.

“Kalau hujan di Pengaron, paati disini kena imbasnya dan banjir seperti ini. Padahal jembatan ini sudah beberapa kali perbaikan,” terangnya lagi sembari bercanda dengan anak laki-lakinya.

Agak lama, prempuan yang sudah ditinggal suaminya karena meninggal itu, kembali bercerita, pada tahun 2001 sempat menerima bantuan dari presiden Jokowi sebesar Rp 25 juta untuk meninggikan bangunan rumahnya.

“Dulu sebelum dibantu pak Jokowi setiap di atas hujan, saya sudah membereskan barang-barang seperti kasur, alat elektronik biar aman dari banjir. Sebenarnya mau saja dipindah asal saya diganti sesuai ukuran tanah dan bangunanya,” jelasnya seraya tersenyum.

Bahkan ia mengaku sampai sekarang, masih sering was-was kalau di atas hujan lebat.

“Kalau ada kabar hujan, tidak tidur untuk memastikan menyelamatkan barang, bahkan kami sempat harus mengungsi ke langgar di Astambul,” tambahnya lagi.

Matahari semakin meninggi, aktivitas di kawasan itu sudah agak lengang, tidak ada lagi mobil mengangkit barang, hanya sesekali kendaraan lewat, tiba-tiba ibu Darmawati bercerita sisi lain kenapa jembatan sering ambruk.

“Jar urang bahari ada orangnya di bawah, aliran sungai ini berkaitan dengan sungai Papuyuh. Jadi kata para tetuha kalau mau aman diulahkan jembatan lanyang tinggi biar urang di bawah tidak terganggu,” katanya sedikit lirih.

Cerita itu terputus, sebab sebelum usai kami berbincang anak laki-laki ibu paruh baya itu meminta sesuatu, sementara di seberang kami duduk aliran air meluap terus gemericik menembus celah-celah pk dasi yang hancur.

Bahkan sesekali ada ikan loncat seakan ingin menyelamatkan diri, kembali ke sungai asal mereka tumbuh, seiring perempuan itu masuk rumah, wartawan media ini pamit sembari melihat hamparan air di sungai yang masih cukup tinggi.

Latest from Blog